Oleh: Bambang Budi Utomo*
Perkembangan dunia arkeologi Indonesia tidak dapat lepas kaitannya dengan tokoh-tokoh arkeologi bangsa Belanda yang pernah malang melintang di situs-situs yang mengandung tinggalan budaya masa lampau di Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatra. Bisa dimaklumi karena pada waktu itu Nusantara masih dijajah Belanda. Keberadaan tinggalan budaya masa lampau banyak dicatat oleh para arkeolog tersebut. Bahkan, cikal bakal berdirinya Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, dirintis oleh para arkeolog Belanda tersebut Ada arkeolog yang profesional, ada yang amatir, dan ada pula yang berangkat dari kecintaannya terhadap keantikan suatu karya seni.
Dari sekian banyak yang menyatakan dirinya sebagai seorang ahli arkeologi yang tergabung dalam organisasi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), mungkin hanya sedikit yang mengetahui siapa orang itu sebenarnya, dan apa karyanya yang “monumental”. Sebagai seorang yang memproklamirkan dirinya arkeolog, sudah seharusnya mengenal orang-orang yang berjasa tersebut, mulai dari J.L.A Brandes dari abad ke-19, sampai dengan Uka Tjandrasasmita yang pernah bertualang di Sumatra Selatan dan Jambi pada tahun 1953 bersama-sama dengan R. Soekmono, R.P. Soejono, Satyawati Suleiman, dan Boechari.
Setelah edisi sebelumnya memuat tentang sosok J.L.A Brandes, Nicolaas Johannes Krom, Frederik David Kan Bosch, W.F. Stutterheim, dan R. Soekmono, berikut sosok peletak dasar arkeologi di Indonesia:
- Satyawati Suleman -
Satyawati Suleiman atau lebih dikenal dengan panggilan Ibu Leman atau Ibu Yati di kalangan sahabatnya, dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Oktober 1920. Lulus sebagai sarjana arkeologi dari Universitas Indonesia pada tahun 1953, tetapi mulai bekerja di Dinas Purbakala sejak tahun 1948. Di kalangan para ahli arkeologi, Satyawati Suleiman dikenal sebagai ahli Ikonografi (seni arca), tetapi pengetahuannya mengenai benda-benda tinggalan budaya masa lampau sangat luas.
Pada tahun 1954, bersama-sama dengan R.P. Soejono, Uka Tjandrasasmita, Boechari, Basoeki dan para arkeolog Belanda melakukan ekspedisi ke Sumatra, terutama ke Sumatra Selatan dan Jambi. Ekspedisi yang dilakukannya itu, merupakan rintisan jalan untuk menelaah tentang Kerajaan Sriwijaya, khususnya studi tentang ikonografi arca-arca di Sumatra.
Karirnya sebagai pegawai pemerintah di bidang kebudayaan, khususnya kepurbakalaan dimulai sebagai Atase Kebudayaan di India (1958-1961) dan dilanjutkan sebagai Atase Kebudayaan di Inggris (1961-1963). Selama bertugas di India beliau banyak menimba pengetahuan tentang candi dan arca yang kelak dapat bermanfaat bagi studi ikonografi dan candi di Indonesia.
Sekembalinya bertugas sebagai duta bangsa di bidang kebudayaan, pada tahun 1963 kembali ke Indonesia dan bertugas memimpin Bidang Arkeologi Klasik pada Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Pada waktu itu yang memimpin Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional adalah Soekmono. Beliau menjabat sebagai Kepala Bidang Arkeologi Klasik selama hampir 10 tahun (1963-1973).
Pada tahun 1973, Soekmono yang kala itu menjabat sebagai Kepala Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN), mendapat tugas sebagai Penanggung-jawab Proyek Pemugaran Candi Borobudur. Karena kesibukannya itu, jabatannya digantikan oleh Satyawati Suleiman. Satyawati Suleiman menjabat sebagai Kepala LPPN dari tahun 1973 hingga 1977. Di akhir masa jabatannya sebagai Kepala LPPN, lembaga tersebut berubah menjadi Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional. Perubahan ini disebabkan karena pemisahan LPPN menjadi dua lembaga yang berbeda tugas dan wewenangnya, yaitu Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional bertugas melakukan penelitian arkeologi, dan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala bertugas melakukan perlindungan dan pemugaran.
Selesai bertugas sebagai Kepala LPPN, Satyawati Suleiman masih berkiprah di bidang arkeologi sebagai Ahli Peneliti Utama di Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional. (1977-1985). Pada waktu itu beliau menjabat juga sebagai Governing Board pada SEAMEO Project on Archaeology and Fine-Arts (SPAFA).
*Penulis adalah arkeolog senior. Pelbagai karya tulisnya seputar kajian arkeologi di Nusantara, termasuk Jambi dan Palembang, terbit dalam bentuk buku, prosiding konferensi dan artikel di media cetak baik lokal maupun nasional. Seri tokoh peletak dasar arkeologi Indonesia lainnya dapat dibaca di rubrik Sosok Kajanglako.com
Editor. KJ-JP