beranda pilihan editor
Perspektif Oase Pustaka Jejak Sosok Wawancara Akademia Ensklopedia Sudut

Beranda PUSTAKA berita


Selasa, 07 Oktober 2025, 12:59 WIB

Membaca Papua dari Kaimana

PUSTAKA

Membaca Papua dari Kaimana

Oleh: Riwanto Tirtosudarmo*

Terbitnya buku "Sejarah Pemerintahan dan Masyarakat Kaimana" (Pustaka Obor, 2025) mengingatkan saya pada almarhum Muridan S. Widjojo. Ketika merancang penelitian sejarah Kaimana tahun 2008 saya termasuk yang diajaknya sebagai anggota tim penelitiannya. Muridan mengatakan waktu itu bahwa tim-nya adalah sebuah "dream team". Terlihat di situ ambisinya untuk mengerjakan sebuah proyek yang besar. Muridan pantas memiliki ambisi itu karena sebelumnya telah dia buktikan dengan bukunya “Pemberontakan Nuku: Persekutuan lintas Budaya di Maluku Papua sekitar 1780–1810” (Komunitas Bambu, 2013) dan keberhasilannya memimpin penyusunan "Papua Riad Map" (Pustaka Obor, 2009), sebuah monografi untuk mencari jalan keluar dari persoalan Papua yang tak kunjung selesai. Muridan melihat Papua sebagai daerah frontier terakhir untuk melengkapi puzzle geografi politik yang bernama Indonesia.

Penelitian sejarah Kaimana dilakukan pada tahun 2008-2010 atas dukungan dana dari pemerintah daerah Kabupaten Kaimana. Dalam kata pengantar buku ini, Jafar Werfete, yang mewakili pemerintah kabupaten Kaimana dengan baik menjelaskan tujuan penelitian sejarah Kaimana dan menunjukkan perjalanan dari penelitian sampai menjadi buku melewati rentang waktu yang panjang dari 2008 hingga 2024, 16 tahun. Penyelesaian penulisan buku ini tersendat karena Muridan sakit dan meninggal tahun 2014. Untunglah semangat Muridan diteruskan oleh Riella, istri almarhum Muridan, dan Cahyo Pamungkas, peneliti LIPI (sekarang BRIN) yang sangat tekun dan tangguh dalam meneruskan ambisi Muridan untuk menyelesaikan penelitian dan menjadikannya sebagai sebuah buku. Sebuah kerja akademik memilih jalan sunyi jauh dari keinginan untuk menjadi pesohor dengan semua atribut dan kegenitan intelektual-nya.

Buku ini berisi delapan bab, termasuk bab pendahuluan dan bab penutup. Dalam bab pendahuluan yang ditulis sendiri oleh Muridan nampak keinginannya untuk menunjukkan bahwa Papua tidak identik dengan.mereka yang berkulit hitam, berambut keriting dan beragama Kristen. Melalui buku Kaimana ini Muridan membuktikan bahwa sejarah masyarakat di belahan barat Papua adalah sejarah perjumpaan antara orang Papua dan orang luar Papua terutama tetangga terdekatnya - Maluku. Muridan memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai Maluku karena disertasi doktornya di Universitas Leiden adalah tentang Pangeran Nuku, Sultan Tidore yang terkenal karena perlawanannya terhadap VOC Belanda. Dari disertasi doktornya Muridan menganggap perlu untuk melanjutkan penelitiannya ke Papua sebuah wilayah yang sejatinya menjadi kepedulian utamanya sejak lama.

Bagi Muridan Kaimana adalah wilayah penting tidak saja karena bisa melanjutkan penelitiannya yang telah dimulai dari Maluku tetapi juga karena sejarah Kaimana bisa memberikan perspektif baru yang lebih terbuka tentang Papua. Meskipun terdengar sedikit nasionalistik Muridan misalnya menulis di halaman 5 kata pengantarnya sebagai berikut: "Sejarah politik Kaimana pada masa Orde-Baru tidak lain adalah sejarah membangun representasi ke-Indonesia-an yang dihadapkan pada identitas politik ke-Papua-an hasil konstruksi Pemerintahan kolonial Belanda".  Ketika Pepera 1969, menurut Muridan, sejarah Papua akan berbeda jika Raja Kasim Ombaiyer mendukung Belanda. Karena pengaruhnya Raja Kasim bisa mengarahkan pandangan kepala-kepala kampung untuk memilih Indonesia waktu Pepera, jika tidak mereka akan mengikuti Edward Hagemur dalam DMP di Fakfak yang mendukung Papua Merdeka (halaman 5-6).

Menurut Greg Poulgrain, seorang sejarawan Australia, dalam buku barunya "Kutukan Emas Papua" (Komunitas Bambu, 2025) hanya 5 persen Orang Papua yang ingin menjadi Indonesia, 95 persen lainnya ingin merdeka. Hasil Pepera yang dilakukan PBB pada tahun 1969 yang hasilnya mendukung masuknya Papua ke Indonesia sesungguhnya merupakan bagian dari sejarah Papua yang masih kontroversial. Keinginan untuk mengadakan referendum di Papua sulit terlaksana karena Papua telah diakui oleh PBB sebagai bagian sah Indonesia. Papua berbeda dengan Timor Timur yang berhasil mengadakan referendum karena meskipun telah 15 tahun di bawah Indonesia oleh PBB Timor Timur tidak diakui sebagai bagian dari Indonesia. Buku sejarah Kaimana yang baru diterbitkan ini menjadi penting karena memberikan gambaran tentang Papua yang berbeda dengan persepsi umum tentang Papua selama ini yang rambut keriting, kulit hitam, kristen dan masih belum menerima sepenuhnya Indonesia. 

Buku ini cukup komprehensif membahas sejarah pemerintahan dan masyarakat Kaimana. Secara umum sistematikanya membedakan antara sejarah pemerintahan di satu sisi dan sejarah masyarakat di sisi lain, meskipun tentu saja kedua sisi itu saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam bab dua yang ditulis oleh Muridan bersama istrinya, Riella, dengan menggunakan data arsip Belanda, diuraikan bagaimana sistim politik dari raja-raja yang pernah menguasai wilayah Kaimana. Secara rinci digambarkan sistem perdagangan yang belangsung antara pusat-pusat pemukiman dan kekuasaan sekaligus bagaimana agama disebarkan pada masa lalu. Menurut kedua penulis ini, sejarah Kaimana tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kerajaan Namatotoa yang wilayahnya membentang dari Karas (Fakfak) sampai ke Kipia (Mimika) yang sekarang menjadi wilayah Kabupaten Kaimana. Secara khusus pada bab ketiga dikupas tentang sejarah migrasi di Kaimana yang ternyata tak mungkin dipisahkan dari unsur etnisitas dari orang-orang yang melakukan perpindahan di wlayah ini. Intensitas migrasi semakin tinggi sejalan dengan perubahan politik yang terus berlangsung hingga hari ini. Perubahan komposisi penduduk yang semakin heterogen juga mencerminkan bahwa sebuah wilayah tidak mungkin mengisolasikan dirinya terhadap migrasi masuk dari orang-orang yang memiliki etnisitas berbeda. Kaimana menjadi bukti bahwa sebuah masyarakat selalu merupakan masyarakat campuran (hybrid) dan menjadi semakin muskil untukmenemukan masyarakat yang asli.

Pada bab empat yang ditulis Rosmaida Sinaga, diuraikan metamorfosis bentuk dan struktur pemerintahan sejak masa kolonial sampai era otonomi khusus pasca Orde Baru yang sangat sentralistis, dimana pemekaran menjadi salah satu cirinya. Secara menarik Rosmaida juga berhasil menunjukkan bagaimana kontestasi politik yang sering terjadi misalnya antara keturunan Raja Namatota dan keturunan Raja Komisi. Dinamika politik perkauman yang didasarkan oleh garis keturunan raja-raja lama tak terhindarkan dalam politik elektoral yang juga menjadi ciri periode otonomi daerah. Dalam bab empat tentang Sejarah Trikora hingga Pepera yang ditulis oleh Cahyo Pamungkas diuraikan dengan jelas bagaimana Kaimana telah dipilih sebagai basis dari upaya Indonesia untuk merebut Papua dari Belanda. Karakter masyarakatnya yang telah terbuka, kosmopolitan menurut Muridan, menjadikan Kaimana memiliki resistensi yang rendah ketika orang-orang Indonesia, antara lain sebagai guru, sengaja disusupkan untuk mempengaruhi pendangan Orang Papua terhadap Indonesia. Bab ini menarik karena ditulis berdasarkan wawacara-wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan berbagai narasumber yang masih bisa bercerita tentang masa-masa genting saat upaya merebut Irian Barat sedang gencar-gencarnya dilakukan. Bab ini menjadi penting karena berhasil membangun narasi sejarah nasionalisme dari bawah yang bisa menjadi counter narrative dari sejarah resmi versi pemerintah.

Salah satu unsur atau aspek penting dalam sejarah masyarakat dan politik di Kalimana adalah agama yang dibahas di bab enam. Sejarah perkembangan agama ditulis oleh Solahudin yang menunjukkan sangat dinamisnya agama dalam perubahan sosial dan politik yang terjadi. Dua agama besar di Kaimana yaitu Kristen dan Islam tak mungkin menghindari tarikan dari kekuasaan dan politik sepanjang sejarah masyarakat di Kaimana. Dalam kesimpulannya penulis mengatakan bahwa sejarah telah mengajarkan kepada masyarakat Kaimana bahwa agama sering dieksploitasi untuk kepentingan-kepentingat sesaat. Sebuah fenomena menarik adalah adanya apa yang disebut sebagai agama keluarga dimana didalam satu keluarga bisa saja terdapat penganut agama yang berbeda. Adanya agama keluarga membuat sebuah keluarga para anggotanya bisa saling menerima satu sama lain dan tidak menjadikan agama sebagai sumber perpecahan. Bab terakhir, bab tujuh, merupakan penulisan hasil observasi, wawancara dan pengumpulan data yang dilakukan dalam tahun 2023. Bab ini menguraikan perkembangan sejarah masyarakat dan politik Kaimana setelah tahun 2010. Selain mencatat berbagai perubahan fisik, seperti infrastruktur perkotaan dan wilayah, bab ini juga menunjukkan adanya perkembangan yang menarik yang berbeda dengan perkembangan di kabupaten-kabupaten lain. Perkembangan yang berbeda ini menyangkut isu masyarakat adat yang pada umumnya menjadi sangat politis di Papua. Di Kabupaten Kaimana pemerintahnya tidak membentuk lembaga masyarakat adat dan membebaskan Dewan Adar Papua menembangkan dirinya di akar rumput masyarakat Kaimana.

Membaca Papua dari Kaimana, sebagaimana tergambar dengan baik dalam buku “Sejarah Pemerintahan dan Masyarakat Kaimana” dapat memberi pelajaran penting tentang Papua sebagai sebuah wilayah budaya dan politik yang tidak bisa diseragamkan yang berbagai dimensinya seperti migrasi, etnisitas agama dan adat masyarakat-nya, akan terus menjadi faktor penting dalam perubahan sosial, politik dan ekonomi Papua ke depan.

*Penulis adalah peneliti independen. Tonjong Bogor 6 Oktober 2025.

TAGAR: ##kaimana #papua

indeks berita Pustaka
PUSTAKA Sabtu, 27 September 2025, 09:31WIB
Islam dan Komunisme: Sejarah Kiri Dunia Islam

Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Sejak 1965 komunisme menjadi hal tabu di negeri ini. Ada ketakutan untuk membicarakannya. Setidaknya ada dua pihak yang takut menyentuh barang ini. Pihak pertama adalah mereka yang......

PUSTAKA Jumat, 05 September 2025, 09:09WIB
Imajinasi Jambi 2045, Sebuah Autokritik

Oleh: Jumardi Putra*  Setiap menerima kabar lahirnya sebuah karya intelektual, saya selalu bersukacita. Entah siapa penulisnya, apapun latar belakangnya dan bahkan jenis karyanya, adalah sebuah......

PUSTAKA Kamis, 03 April 2025, 10:45WIB
Selamat Jalan Bang Kamal Firdaus

Oleh: Jumardi Putra* Kaget, lalu terdiam. Berselang menit kemudian berkelebat di pikiran saya mengenang sosoknya. Begitulah respon saya setelah mendapat kabar duka bahwa pengacara senior Kamal Firdaus yang......