beranda pilihan editor
Perspektif Oase Pustaka Jejak Sosok Wawancara Akademia Ensklopedia Sudut

Beranda TELUSUR berita


Jumat, 21 Mei 2021, 11:54WIB

Jantung Pisang dan Duri Landak Putih untuk Obat

TELUSUR

ilustrasi

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda)

Pada umumnya, orang Melayu berpendapat bahwa orang terkena penyakit oleh ulah mahluk halus yang jahat: jin, iblis, mabon-bungo, ninik nan mambaow buah-buah dan lainnya. Karena itu, pengobatan penyakit pun diarahkan pada mahluk-mahluk halus itu, agar mereka senang atau takut dan tidak mengganggu manusia lagi. Penyakit bukan hanya terjadi karena kemarahan mahluk halus, tetapi bisa juga terjadi karena ada orang lain yang mempengaruhi mahluk halus untuk menyerang orang lain. Misalnya, dengan membacakan mantra-mantra tertentu dan memenuhi syarat-syarat rahasia tertentu, seseorang dapat menempatkan ‘galang-galang’ (mahluk halus berupa ulat) di tubuh musuhnya.

Prinsip umum yang biasanya dipegang adalah bahwa tubuh yang demam harus didinginkan dan sebaliknya. Dukun, ahli pengobatan tradisional, mengenal berbagai tanaman yang bagian-bagiannya, daun, akar, bunga, buahnya, dapat diolah sebagai obat. Tak jarang, sari pati tanaman-tanaman itu akhirnya digunakan juga dalam pengobatan medik Barat. Walaupun obat yang diberikan oleh dukun belum tentu berhasil, pasien-pasiennya biasanya tetap yakin akan kemampuan dan kearifan dukun yang didatanginya.

Namun demikian, ketika tim Ekspedisi Sumatra Timur datang ke Jambi dan sekitarnya, ternyata dalam waktu singkat, warga masyarakat segera berdatangan meminta obat untuk berbagai penyakit. Di daerah Sumatra Barat, sejak 1844, setiap kepala laras diberi jarum suntik dan guru-guru yang dipekerjakan oleh Belanda sekaligus menjadi vaksinator. Sejak itu pula, tanpa kesulitan atau penolakan apa pun, vaksinasi diperkenalkan kepada penduduk di Dataran Tinggi Padang. Pada tahun 1852, Belanda bahkan mempekerjakan vaksinator yang digaji ƒ15,- per bulan. Kesulitan yang dihadapi petugas-petugas kesehatan itu adalah luasnya wilayah kerja mereka. Hal ini menyulitkan warga yang tinggal jauh dari tempat kerja vaksinator itu. Besarnya kesediaan masyarakat untuk divaksin menimbulkan masalah lain: beberapa vaksinator meminta tambahan uang untuk vaksin yang akan diberikan. Di Limoen (daerah Rawas), yang sebetulnya berada di luar wilayah vaksinasi, penduduk bersedia membayar ƒ 2.50 untuk setiap anak yang diberi vaksin!

Kedatangan tim penjelajahan ke suatu dusun biasanya diikuti dengan berbondongnya warga datang ke rumah tempat mereka tinggal atau beristirahat untuk melihat sendiri orang-orang asing berkulit putih itu dan untuk meminta obat, terutama untuk penyakit gondok. Penyakit itu tak selalu teratasi oleh obat-obat tradisional. Bila obat yang diberikan dukun itu tidak mujarab, orang Melayu menganggap bahwa penyakit itu kemungkinan besar terjadi karena ‘dibuat’ oleh orang lain. Jika ini terjadi, dukun memutuskan untuk ‘kajo doa ulak balik,’ yaitu mengirimkan kembali penyakit tadi kepada orang yang membuatnya. Untuk itu, dukun memerlukan beberapa hal: sebuah jantung pisang (yang melambangkan jantung manusia); tujuh batang ‘lidi gilo,’ yaitu lidi dari daun kelapa yang tak henti-hentinya bergetar walaupun tak ada angin bertiup dan dedaunan lain tak bergerak; sebuah ‘si-goelandak poeti’ (duri landak putih); sebuah ‘tinggam paris’ (kulit ikan laut yang kasar dan biasa digunakan untuk amplas); sebuah ‘saga enau (yang) ditumbuk putus,’ yaitu biji-bijian keras di kulit batang aren yang patah terkena petir; sebuah ‘gasing tengkorak orang mati badarah,’ yaitu sekeping tulang tengkorak orang yang mati berdarah. Seutas tali tak berujung dimasukkan ke dalam dua buah lubang yang dibuat di kepingan tulang tengkorak itu sehingga kepingan itu dapat digerakkan seperti gasing. Syarat terakhir yang harus disediakan adalah kayu bakar dari pohon yang terkena petir.

Dukun membawa semua syarat itu ke pondok kosong di sebuah ladang. Di sana, dengan tujuh utas tali, ia menggantungkan jantung pisang di atas perapian yang membara oleh kayu bakar yang dibawanya. Sambil memutar-mutarkan gasing tengkorak, ia membacakan mantra yang ditujukan kepada delapan malaikat, empat kepercayaan Nabi. Empat raja dan dua iblis agar mereka membantunya menghilangkan penyakit pasiennya dan mengembalikan penyakit itu kepada orang yang mengirimnya. Setelah membacakan mantra tadi ‘jan akikat’ (sepenuh hati), dukun itu memukul jantung pisang dengan ‘lidi gilo’ dan menusukkan ‘si-goelandak poeti’ dan saga enau ke dalamnya. Itu dilakukannya sambil menyembur jantung pisang itu dengan air ludah sisa kunyahan lada hitam, bawang putih dan kunyit. Jantung pisang tadi menyimbolkan jantung orang yang mengirimkan penyakit semula dan duri landak serta saga enau menyimbolkan tusukan di jantung orang itu. Selama 24 jam, dukun mengulang-ulang ritual itu. Jika, setelah upacara itu, orang yang sakit masih juga meninggal dunia, maka itu adalah pertanda bahwa mahluk-mahluk halus tidak berkenan menyembuhkannya. Jika ia sembuh, diadakan selamatan ‘maruah kauwe.’

Meludahi orang yang sakit, tempat tidur dan rumah serta lingkungan tempat tinggalnya  dengan air kunyahan tanaman tertentu merupakan bagian penting di dalam metode pengobatan Melayu. Menurut kepercayaan, liur sang dukun dan kunyahan aneka tanaman di mulutnya berbau busuk bagi mahluk halus yang jahat. Karena itu, mereka akan memilih untuk pergi saja daripada terkena semburan ludah busuk itu!

Ramuan yang dikunyah Sang Dukun tidak selalu sama, tetapi bahan yang hampir selalu ada adalah: lada hitam, si-pade (kunyit), jari angau, dasun, cengkeh, buah pala. Buah inggu dan timah hitam diletakkan di bawah tikar tempat tidur si sakit dan kemenyan dibakar. Ramuan tanaman juga biasanya direndam di dalam air (untuk membasuh si sakit) atau direbus untuk diminum. Biasanya untuk ini digunakan tanaman si—tawa, si-dingin, si-kumpai, cikarau dan berbagai jenis daun dan buah jeruk.

Di bawah ini adalah beberapa obat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit: usapan kapur sirih di dada untuk mengobati sakit tenggorokan dan batuk; merokok cerutu untuk mengobati pilek; daun tembakau yang dioles minyak hangat ditaruh di dada untuk mengobati asma; rebusan daun si-tampu atau buah sepanco untuk mengobati sembelit; rebusan kayu cacang (yang berwarna merah) untuk mencuci mata yang meradang; tetesan minyak kelapa dicampur getah putih dari sudu-sudu (sejenis kaktus) untuk mengobati sakit telinga pada anak-anak; abu hangat yang diusapkan di atas perut untuk mengobati sakit perut. Rebusan buah pinang dan tebu, atau rebusan akar kali-kali dan cuka enau juga mengobati sakit perut. Yang mujarab untuk mencret adalah minuman yang dibuat dari beras bakar, akar pisang kale, akar limau paga, kulit batang jambu pirawe, gambir, pinang dan kulit buah delima (setelah direbus, minuman ini mirip rasanya dengan kopi).

Untuk demam, si sakit harus berkali-kali dikompres air rebusan daun sepanco, beras, kunyit, si-tawa, si-dingin, si-kumpai, cikaran, anak pisang tambatu, kelapa yang jatuhh sendiri dan batang padi. Di dalam rebusan itu juga ditambahkan sereh, gula, timbarau, daun kunyit, kayu manis, jambu air, jambu gadang, pinang, juluk-juluk hantu, kunyit tamu, kunyit tambirang, kunyit bana, kunyit babaun, kulit batang dadok, akar karis-karis, si-pade dan jari angau.

Sayang sekali, tim penjelajahan Sumatra Timur tidak selalu menyertakan nama latin dari tanaman-tanaman obat di atas.

*Pustaka Acuan: Van Hasselt. ‘Volksbeschrijving en Taal,’ dalam Midden-Sumatra: Reizen en Onderzoekingen der Sumatra-Expeditie, 1877-1879 (Prof PJ Veth, ed). Leiden: EJ Brill. 1882

TAGAR: #telusur#naskah klasik belanda#sejarah#budaya#jambi

indeks berita Telusur
TELUSUR Minggu, 25 April 2021, 22:06WIB
Cerita dari Daerah Jambi (4-Penutup)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 36. Dan kemudian diceritakan mengenai adat pengangkatan sultan. Ada dusun bernama Jebus. Penghulu Jebus menjadi raja sehari di negeri Jambi. Ia mengenakan......

TELUSUR Selasa, 20 April 2021, 16:20WIB
Cerita dari Daerah Jambi (3)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 23. Kemudian diceritakan bahwa dari IX Kuto, Sultan berperahu ke hilir. Dari sana, ia meneruskan perjalanan ke Sungai Tembesi, Sungkai Tungkal dan ke dusun......

TELUSUR Kamis, 08 April 2021, 13:58WIB
Cerita dari Daerah Jambi (2)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 11. Kemudian diceritakan bahwa pada waktu, Mahmud Mahyuddin sendiri sedang berperang di Jambi. Perang itu terjadi karena Ratu Mas, isteri sultan, berpribadi......

TELUSUR Minggu, 28 Maret 2021, 03:34WIB
Cerita dari Daerah Jambi

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Sepuluh halaman folio berjudul ‘Verhaal dan de Streek Jambi’ atau dalam bahasa Indonesia: ‘Cerita dari Daerah Jambi.’ Halaman-halaman......

TELUSUR Senin, 22 Februari 2021, 16:29WIB
Walter M Gibson

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Dalam rangka menyiapkan tulisan untuk rubrik ‘Telusur Jambi,’ saya teringat pada satu tas penuh berisi lembaran fotokopian artikel dan peta tentang......