beranda pilihan editor
Perspektif Oase Pustaka Jejak Sosok Wawancara Akademia Ensklopedia Sudut

Beranda AKADEMIA berita


Senin, 04 Desember 2023, 08:51WIB

Memasuki Alam Rupa

AKADEMIA

Lukisan karya Jonnie Kirman, Sunrise #2. Sumber: Katalog Pameran "Senja Hari".

Oleh: Riwanto Tirtosudarmo*

Bagi saya, seorang amateur dalam dunia seni, perlu memilik keberanian untuk menerima resiko dicemooh ketika diminta untuk menulis pengantar sebuah pameran seni rupa. Apalagi pameran senirupa ini bukan sembarang pameran. Pameran ini bertajuk "Pameran Senirupa Senja Hari". Mereka yang berpameran adalah para seniman senior. Mereka yang telah cukup lama bergulat dalam dunia senirupa. Mereka telah banyak makan asam garam dunia yang bagi saya yang amateur ini adalah dunia yang selama ini hanya saya amati dari luar.

Sebagai seorang peneliti sosial adalah menjadi kebiasaan saya keluar masuk berbagai komunitas dalam masyarakat. Dalam kegiatan keluar masuk komunitas itu saya berusaha memahami siapa dan bagaimana mereka berangkat laku dalam kesehariannya. Dalam pemahaman saya dalam dunia seni juga ada yang namanya komunitas seni. Komunitas seni saya menduga memiliki ikatan yang lebih longgar dibandingkan misalnya komunitas adat atau komunitas petani tembakau.

Komunitas seni lebih longgar karena para seniman yang tergabung dalam sebuah komunitas memiliki otonomi yang tinggi. Para seniman adalah orang-orang yang bekerja dalam dunianya masing-masing, sangat independen dan mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitasnya sebebas-bebasnya. Namun apakah di dunia ini kita bisa memiliki kebebasan tanpa batas. Di sinilah yang menarik dari dunia seni karena dunia ini merupakan dunia yang merupakan pengejawantahan dari imajinasi. Imajinasi inilah yang tak memiliki batas, ia bisa melampaui semua batas yang pernah dibuat manusia. Dalam dunia senirupa seorang perupa bisa mengembangkan imajinasi seliar yang dia mau sebebas-bebasnya melampaui batas nalar yang dimiliki manusia.

Apa yang dipamerkan dengan tajuk "Pameran Seni Rupa Senja Hari" ini berupa lukisan dan patung. Lukisan karya Anthony Wibowo, Fenny Rochbeind, Hery Poer, Jonnie Kirman dan Tri Iswahyudi, sementara karya patung adalah dari perupa Yosoft Munthaha. Keenam perupa senior ini bermukim di Malang dan Batu yang menjadi rumah tempat mereka

Kelima perupa senior ini berdomisili di Malang dan Batu yang menjadi tempat mereka berkarya. Pengetahuan saya sangat terbatas tentang dunia seni di kota Malang dan Batu. Selain karena saya hanya sesekali tinggal di Malang dunia seni di Malang dan Batu ternyata sangat luas dan beragam jenisnya. Selain dunia seni rupa yang bisa dikatakan merupakan ekspresi seni kontemporer ada berbagai ragam seni modern yang lain seperti film dan musik. Ekspresi seni yang lain adalah yang bisa digolongkan Seni tradisi seperti tari, wayang dan berbagai jenis seni tradisi yang khas Malangan seperti Bantengan.

Kesenian baik yang modern maupun yang tradisional selalu memiliki akar sejarahnya masing-masing. Kesenian tradisi dapat dilacak akar sejarahnya jauh ke masa silam ketika Jawa Timur menjadi pusat kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Kedatangan Islam dan kemudian peradaban Barat memperkaya berbagai ekspresi kesenian yang ada di masyarakat. Saya menduga, senirupa modern, seperti lukis dan patung seperti yang ditampilkan dalam pameran ini bisa dilacak akar sejarahnya pada masa kolonial Belanda.

Salah satu gaya lukisan yang saat itu cukup terkenal adalah apa yang kemudian disebut moiindie. Moiindie adalah aliran seni lukis yang berusaha menampilkan keindahan dari obyek-obyek yang ada di Nusantara, baik yang berupa alam maupun manusianya. Para pelukis aliran ini bisa menggambarkan keindahan kehidupan penduduk desa yang dalam keadaan yang sesungguhnya mungkin melarat dan menderita karena tekanan ekonomi akibat kebijakan kolonial Belanda pada zaman tanam paksa.

Aliran Moi Indie dalam studi pasca-kolonial dianggap sebagai bagian dari orientalisme sebuah ideologi untuk menaklukkan melalui penampilan dimensi eksotis timur. Dengan melukiskan yang serba indah dan eksotis dari timur realitas masyarakat yang sesungguhnya miskin dan tertindas itu diajak untuk melupakan penderitaannya.

Pada masa revolusi pelukis-pelukis Indonesia melawan ideologi kolonial yang ditampilkan melalui alira Mooi Indie melalui gaya lukisan-lukisan yang kemudian dikenal sebagai aliran realisme. Lukisan-lukisan aliran realisme, kadang disebut realisme sosial, berusaha menampilkan realitas sebagaimana adanya bahkan sebagai bagian dari perlawanan terhadap kolonialisme lukisan-lukisan mereka menampilkan berbagai realitas dari sebuah masyarakat yang berjuang mengangkat senjata.

Senirupa sebagai ekspresi seni yang bersifat individual dari senimannya tidak mungkin terlepas dari sejarah dan konteks sosial dimana dia tumbuh dan berkembang. Pelukis dan pematung yang sedang berpameran inipun masing-masing mengembangkan kreatifitas dan imajinasinya sesuai dengan lingkungan dimana mereka berada.

Melihat tingkat sofistikasi teknik yang mereka gunakan bisa dipastikan perjalanan karir yang telah teruji dan tergembleng lama. Karya-karya yang mereka tampilkan tentu saja masih bisa diperdebatkan tentang teknik dan komposisi yang mereka pakai namun sebagai seorang yang amatir dalam dunia seni bagi saya yang justru menarik adalah sofistikasi dalam mengekspresikan ide atau konsep yang hampir selalu bersifat abstrak.

Keempat perupa ini masing-masing dengan jelas memiliki teknik dan komposisi yang menjadi pilihan individual mereka masing-masing. Jika diamati lebih dalam kita bisa masuk kedalam dunia ide dan konsep yang menurut dugaan saya bisa jadi menjadi obsesi dan imajinasi yang dominan dalam jangka waktu tertentu. Obsesi dan imajinasi tentang ide atau konsep itu terekspresi dengan jelas karena seperti selalu muncul dalam setiap karya mereka.

Sampai di sini saya harus secara jujur berhenti dalam menggambarkan apa yang ada di benak saya ketika memasuki dunia ide dan konsep dari para perupa ini. Tentu saya bisa menceritakan pengalaman mental personal saya ketika menatap dalam-dalam setiap karya yang ditampilkan tapi biarlah itu menjadi milik saya pribadi yang saya simpan dan refleksikan sendiri.

Bagi saya mengamati sebuah karya seni berarti membawa hati, rasa dan sukma saya secara total ke dalam sebuah alam rupa yang tak memiliki batas. Alam rupa itu membawa hati, rasa dan sukma saya seperti masuk ke dalam sebuah galaksi yang penuh cahaya dan selalu bergerak dan saya seperti terhisap dalam alam rupa itu.

*Kampung Limasan Tonjong, 10 November 2023. Tulisan ini merupakan kata pangantar pameran senirupa “Jejak Senirupa Senja Hari” di Galeri Raos, Batu Malang, 26-30 November 2023.

TAGAR: #akademia#pameran seni rupa#Mooi Indie

indeks berita Akademia
AKADEMIA Senin, 04 Desember 2023, 08:41WIB
Sriti dan Indahnya Gerak Kehidupan

Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Buku terbaru buah karya Romo Kirjito ini sangat unik. Sriti, burung kecil yang tampak berwarna hitam gelap yang sering kita lihat terbang di angkasa namun tak pernah kita hiraukan......

AKADEMIA Minggu, 05 November 2023, 07:45WIB
Jokowi, IKN dan Masa Depan Kita

Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Pada 11 Mei 2019 kira-kira setahun sebelum Covid-19 melanda Indonesia dan dunia saya menulis esai pendek yang isinya mendukung gagasan rencana pemindahan ibukota......

AKADEMIA Kamis, 21 September 2023, 08:11WIB
Ignas Kleden

Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Dalam sebuah percakapan dengan Salman Rushdie, mungkin menjadi wawancara terakhir sebelum wafat karena penyakit leukemia yang dideritanya, Edward Said, mengkritik penggunaan istilah......