beranda pilihan editor
Perspektif Oase Pustaka Jejak Sosok Wawancara Akademia Ensklopedia Sudut

Beranda TELUSUR berita


Rabu, 10 Februari 2021, 13:23 WIB

Cincin Babi dan Air Mani Gajah

TELUSUR

Ilustrasi. Sumatra Tengah 1877-1879.

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda)

Yang dapat digolongkan ke dalam jimat adalah ‘rantai kundik’ atau cincin babi. Cincin logam itu berbentuk lingkaran yang tidak sepenuhnya menutup. Ukurannya kira-kira sebesar cincin yang biasa dipakai sebagai perhiasan jari. Menurut kepercayaan Melayu, orang yang membawa cincin itu akan kebal.

Keampuhannya memang luar biasa, akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkannya. Kadang-kadang ada babi hutan dengan taring yang digantungi cincin seperti itu. Tak seorang pun bagaimana dan mengapa cincin itu tersangkut di taring babi. Yang jelas, babi hutan dengan ‘rantai kundik’ di taringnya akan kebal dari tembakan pemburu. Kadang-kadang, bila babi hutan itu kemudian menyeruduk dan mengoyak-oyak semak-belukar ketika mencari makan, cincin itu kemudian terlepas dan tersangkut di ranting atau jatuh ke tanah. Bila seseorang menemukannya, cincin itu dapat diuji keampuhannya dengan cara demikian: orang yang menemukan cincin tadi memukul-mukul bagian tubuhnya yang telanjang dengan tanaman djilatang (yang menimbulkan rasa pedas dan gatal bila terkena kulit). Bila cincin itu diusapkan, rasa sakit di bagian-bagian tubuh yang terkena djilatang tadi akan langsung hilang.

Binatang lain yang istimewa adalah gajah. Air mani seekor gajah jantan dianggap memiliki kekuatan magis sebagai pemikat. Seorang pedagang yang memiliki air mani gajah boleh yakin bahwa dagangannya akan laku. Dan, beberapa tetes air mani gajah yang dioleskan pada tubuh atau pakaian seorang perempuan akan membuatnya terpikat dan jatuh cinta.

Bila sebuah dusun dicekam ketakutan oleh harimau yang berkeliaran di dekat dusun,  yang memangsa ternak atau orang, maka warga dusun akan memanggil seorang dukun. Sebuah selamatan diadakan, dihadiri oleh semua kepala adat dan tetua dusun. Warga dusun menyembelih beberapa ekor ayam yang kemudian dimasak dan dimakan bersama-sama. Kaum perempuan dusun mengumpulkan rempah-rempah yang diperlukan dukun: si-koempai, si-koro, si-tawa, si-dingin, kunyit dan djari anga—angau. Setelah makan, semua rempah-rempah ini diserahkan kepada dukun. Sambil membakar kemenyan, dukun itu membacakan sebuah mantra berulang-ulang. Lalu, rempah-rempah tadi dipotong-potong dan diiris halus, lalu direndam di wadah berisi air. Setelah beberapa saat, dukun memeras dedaunan dan rempah-rempah tadi. Setiap warga dusun: laki-laki, perempuan dan anak-anak mengusap dada, lengan dan wajah dengan air tadi.  Sebagai penutup, dukum membuat bendera-bendera kecil dari sepotong kain katun putih. Bendera-bendera itu diikatkan pada tiang-tiang yang dipancangkan di batas-batas dusun. Menurut kepercayaan, setelah upacara ini, harimau tidak akan datang lagi. Setiap orang yang hadir menyumbangkan uang sebanyak 4 ‘duit’ untuk jerih-payah dukun itu. (Catatan: ‘duit’ adalah koin tembaga Belanda yang digunakan di abad ke-17 dan 18. Delapan ‘duit’ bernilai 5 sen dan 160 ‘duit’ bernilai sebanyak satu gulden).

Pengetahuan atau kearifan yang diperlukan untuk menjauhkan manusia dari malapetaka dan penyakit, untuk mendapatkan panen hasil pertanian yang baik disebut ilmu. Orang yang memiliki ilmu disebut ‘batoewah’. Akan tetapi, istilah ‘batoewah’ tidak hanya digunakan untuk orang yang menguasai ilmu atau magi saja, melainkan juga dapat diterapkan pada binatang, misalnya kuda yang kakinya tak pernah tersandung, ayam jago yang selalu menang dalam aduan atau sapi yang banyak beranak.

Benda lain yang penting bagi orang Melayu adalah ‘koetiko’, yaitu benda-benda yang diperlukan untuk menentukan waktu baik melakukan sesuatu. Biasanya benda-benda itu terbuat dari kayu atau tanduk. Van Hasselt menyaksikan penggunaan ‘koetiko’ di Dataran Tinggi Padang. Sebetulnya van Hasselt menguraikan secara rinci penggunaan koetiko itu, akan tetapi karena uraiannya rumit, hal itu tidak akan dibahas di sini. Yang tertarik mempelajarinya, dapat mengacu pada buku bagus karya Farouk Yahya (“Magic and Divination in Malay Illustrated Manuscripts” dalam seri Arts and Archaeology of the Islamic World, Vol.6. 2015).

Pada umumnya, orang Melayu percaya bahwa mahluk-mahluk halus, jin, iblis dan sebagainya merupakan penyebab datangnya penyakit pada manusia. Pun sebagian besar sistem pengobatan diarahkan untuk mengusir mahluk-mahluk yang mengganggu itu. Seseorang menjadi sakit bukan hanya ulah mahluk halus saja, tetapi juga karena mahluk halus tertentu digerakkan oleh orang lain yang berniat jahat.

Penyakit yang umum diderita masyarakat pada saat tim van Hasselt melakukan ekspedisi adalah: sakit dado atau batuk; sakit salemu (pilek dan radang hidung); sakit pening, sakit mato atau rabun atau buto; sakit padak (tuli); sakit madu (sembelit); sakit gondok, di Lebong sebeto atau seketo; sakit perut; sakit demam; sakit sabun-saban, pane, rajo (sifilis); sakit kuto (kusta); sakit kuruk atau kada (sakit kulit); sakit ketumbuan atau boli buah-buah (cacar air); sakit lumpuh; sakit tareh (lumpuh sementara pada lengan atau kaki); sakit canggu (atrofi atau penciutan lengah atau kaki); sakit tulang; sakit gilo; sakit si-jundai (sakit jiwa sementara—biasanya diderita oleh perempuan yang menarik rambut dan mencabik-cabik bajunya sendiri. Pada waktu sedang terserang sakit itu, si penderita merasa melihat laki-laki yang membuatnya sakit dan ia berusaha mengejar orang itu sehingga ia kemudian berlari-lari telanjang seperti orang kesurupan); sakit si-mabuk bungo (serupa dengan sakit si-jundai); sakit sawan (epilepsi); sakit lalu (kolera dan penyakit epidemis lainnya, kecuali cacar); sakit muno (semacam depresi—si penderita tak mau berbicara, tak mau makan); dan sakit kabanci (hilangnya gairah seks pada suami-isteri muda).

*Pustaka Acuan: Van Hasselt. ‘Volksbeschrijving en Taal,’ dalam Midden-Sumatra: Reizen en Onderzoekingen der Sumatra-Expeditie, 1877-1879 (Prof PJ Veth, ed). Leiden: EJ Brill. 1882 (hal 70-).

Editor. KJ-JP

TAGAR: #telusur#ekspedisi sumatra tengah 1877#naskah klasik Belanda

indeks berita Telusur
TELUSUR Jumat, 21 Mei 2021, 11:54WIB
Jantung Pisang dan Duri Landak Putih untuk Obat

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Pada umumnya, orang Melayu berpendapat bahwa orang terkena penyakit oleh ulah mahluk halus yang jahat: jin, iblis, mabon-bungo, ninik nan mambaow buah-buah dan......

TELUSUR Minggu, 25 April 2021, 22:06WIB
Cerita dari Daerah Jambi (4-Penutup)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 36. Dan kemudian diceritakan mengenai adat pengangkatan sultan. Ada dusun bernama Jebus. Penghulu Jebus menjadi raja sehari di negeri Jambi. Ia mengenakan......

TELUSUR Selasa, 20 April 2021, 16:20WIB
Cerita dari Daerah Jambi (3)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 23. Kemudian diceritakan bahwa dari IX Kuto, Sultan berperahu ke hilir. Dari sana, ia meneruskan perjalanan ke Sungai Tembesi, Sungkai Tungkal dan ke dusun......

TELUSUR Kamis, 08 April 2021, 13:58WIB
Cerita dari Daerah Jambi (2)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 11. Kemudian diceritakan bahwa pada waktu, Mahmud Mahyuddin sendiri sedang berperang di Jambi. Perang itu terjadi karena Ratu Mas, isteri sultan, berpribadi......

TELUSUR Minggu, 28 Maret 2021, 03:34WIB
Cerita dari Daerah Jambi

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Sepuluh halaman folio berjudul ‘Verhaal dan de Streek Jambi’ atau dalam bahasa Indonesia: ‘Cerita dari Daerah Jambi.’ Halaman-halaman......

TELUSUR Senin, 22 Februari 2021, 16:29WIB
Walter M Gibson

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Dalam rangka menyiapkan tulisan untuk rubrik ‘Telusur Jambi,’ saya teringat pada satu tas penuh berisi lembaran fotokopian artikel dan peta tentang......