beranda pilihan editor
Perspektif Oase Pustaka Jejak Sosok Wawancara Akademia Ensklopedia Sudut

Beranda TELUSUR berita


Minggu, 10 Januari 2021, 11:04 WIB

Orang Boenian, Tempat Sakti dan Tempat Keramat

TELUSUR

ilustrasi

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda)

Betapa ramainya dunia maya di pedalaman Sumatera Timur! Selain jin, koelambai, palasik dan tjindakoe, masih ada orang boenian. Mereka adalah mahluk halus yang tinggal di daerah pertambangan, di daerah yang rawan tanah longsor di dinding-dinding bukit. Tempat tanah longsor itu kemudian disebut ‘tambang boenian’ oleh orang yang tinggal di sekitarnya. Van Hasselt mencatat cerita tentang kemunculan orang Boenian. Ceritanya seperti ini.

Ketika (Nabi) Mohammad masih hidup, setelah kembali ke bumi (setelah Isra Mi’raj), ia menyampaikan pesan Allah kepada semua orang. Namun, seseorang tidak mempercayai ceritanya. Ia tidak dapat memahami bagaimana satu orang dapat pergi ke segala langit dan segala bumi dalam satu malam saja. Ketika laki-laki pulang, isterinya sedang sibuk masak. Laki-laki pamit ke isterinya untuk mandi. Di tepian, ia melepas pakaiannya dan segera masuk ke sungai. Tiba-tiba langit bergemuruh. Badai. Sepertinya bumi retak dan runtuh. Laki-laki itu pingsan tak sadarkan diri.

Ketika sadar, ternyata ia terbangun di dalam dunia yang lain dan di dalam tubuh perempuan. Sebagai perempuan, ia menikah dengan seorang laki-laki dan memperoleh banyak anak. Anak-anak itu tumbuh besar, menikah dan memberinya banyak cucu. Ia merasa bahwa ia hidup selama ratusam tahun.

Suatu saat, seperti biasa, ia mandi. Lagi-lagi di sungai. Dan, lagi-lagi langit di atasnya bergemuruh. Badai. Ia pingsan tak sadarkan diri dan tenggelam ke dalam air sungai.

Entah berapa lama kemudian, ia terbangun. Di dalam sungai tempatnya mandi dahulu. Pakaiannya masih bertumpuk di tepian. Ia sudah kembali menjadi laki-laki! Cepat-cepat ia mengeringkan badan, mengenakan pakaiannya dan kembali ke rumahnya. Isterinya masih sibuk masak.

“Bagaimana mungkin,” tanyanya kepada isterinya, “lebih dari seribu tahun kau kutinggalkan, kau masih saja masak. Apakah makanan itu belum matang?”

“Seribu tahun? Apa yang kau ocehkan? Kau hanya pergi sebentar saja untuk mandi!”

Laki-laki itu heran mendengar kata-kata isterinya, tetapi ia diam saja. Tak diceritakannya apa yang dialaminya di sungai. Ia kini sudah yakin akan kebenaran cerita bahwa Nabi pernah mi’raj. Ia cepat-cepat bersiap untuk memuliakan Nabi. Lalu, Mohammad bertanya kepadanya: “Berapa banyak anak dan cucumu di dunia lain itu?”Laki-laki itu menyebutkan nama mereka satu per satu.

Nah, keturunan laki-laki itulah yang kemudian di bumi menjadi orang Boenian. Sejak saat itu, bila diperlukan waktu lama untuk masak nasi, orang mengatakan: “Lah saribu taun alun juo masak!”

Sayang sekali, Van hasselt tidak menambahkan keterangan mengenai orang Boenian dan dunianya yang paralel dengan dunia manusia di Sumatra Tengah.

Terkait lingkungan dan kepercayaannya, orang Melayu membedakan antara tempat sakti dan tempat keramat. Tempat sakti adalah tempat tinggal para mahluk halus. Biasanya orang takut mendekati tempat-tempat ini. Sebagai contoh, Batu Badarah, Batu Kudo di dekat Air Abang, Batu Asu,  Lipe Kain di dekat Batang Hari dan banyak lagi. Yang juga merupakan tempat sakti adalah puncak Kerinci, gua dan celah-celah di gunung yang mengeluarkan uap beracun. Biasanya ada cerita rakyat tentang tempat-tempat sakti. Dan konon, batu yang disebut dengan nama bintang, dulunya memang binatang yang berubah menjadi batu karena sesuatu hal. Tempat sakti dihindari karena siapa pun yang datang ke tempat itu akan mendapatkan  hukuman tertentu.

Suatu saat, seorang laki-laki bernama Rajo Gagah dari dusun Talau membawa dua belas ekor kerbau ke Sungai Pagu. Beberapa orang ikut untuk membantunya. Ketika mereka melewati Sungai Liki, air sungai itu tampak keruh dan semua kerbau yang minum air itu, mati. Karena kesal dan marah, Rajo Gagah dan pembantu-pembantunya berjalan ke hulu sungai untuk mencari tau apa yang meracuni air itu. Di dekat mata air sumber sungai, mereka menemukan seekor binatang mirip dengan kerbau. Binatang itu berkubang di air. Rajo Gagah mencengkeram tanduk-tanduknya. Tetapi ternyata, yang mereka kira binatang, ternyata hanyalah sebuah batu. Mereka meninggalkan tempat itu dan kembali ke Talau. Tak lama kemudian, Rajo Gagah dan semua pembantu yang tadi ikut bersamanya jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Di kemudian hari, orang mengatakan bahwa tempat di hulu Liki yang didatanginya itu merupakan tempat sakti.

Tempat keramat dihormati karena merupakan kuburan atau makam nenek-moyang atau ulama. Biasanya orang datang ke sana untuk membantu bantuan kesembuhan dari penyakit, meminta bantuan agar panen membaik atau menghindari malapetaka lain dan untuk menyampaikan terima kasih bila yang diminta ternyata terkabul. Untuk mendapat bantuan nenek-moyang di tempat keramat itu, biasanya orang menjanjikan akan menyembelih sapi, kerbau atau kambing. Janji ini disebut ‘mamasang kaul.’

Pada waktu-waktu tertentu tampak laki-laki dan perempuan berpakaian rapi, berjalan beriringan menuju tempat keramat. Seorang anak laki-laki berjalan paling depan, menuntut seekor kambing atau sapi. Paling belakang, seorang haji menutup barisan. Di makam yang dulu didatangi untuk meminta bantuan dan memasang kaul, mereka berdoa lebih dahulu. Kemudian, sapi atau kambing yang dibawa disembelih dan dagingnya dimasak oleh perempuan-perempuan yang ikut serta. Sesudah makanan itu siap, mereka makan bersama-sama. Sebelum pulang, dengan memberikan uang sekedarnya, mereka menerima segenggam tanah, dedaunan atau tanaman dari makam yang dikeramatkan itu dari kerabat pemilik kuburan keramat itu. Tanah, daun atau bagian tanaman itu kemudian dibungkus di dalam secarik kain dan digantungkan di leher sebagai jimat dengan seutas tali.

Beberapa kali dalam setahun, makam-makam keramat itu dibersihkan oleh keluarganya. Bebatuan yang dipasang di makam itu, ‘medjan’, diperciki air jeruk. Lalu, mereka berdoa bersama.

*Pustaka Acuan: Van Hasselt. ‘Volksbeschrijving en Taal,’ dalam Midden-Sumatra: Reizen en Onderzoekingen der Sumatra-Expeditie, 1877-1879 (Prof PJ Veth, ed). Leiden: EJ Brill. 1882 (hal 70).

Editor. KJ-JP

TAGAR: #Telusur#Naskah Klasik Belanda#Sejarah Jambi#Sumatra

indeks berita Telusur
TELUSUR Jumat, 21 Mei 2021, 11:54WIB
Jantung Pisang dan Duri Landak Putih untuk Obat

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Pada umumnya, orang Melayu berpendapat bahwa orang terkena penyakit oleh ulah mahluk halus yang jahat: jin, iblis, mabon-bungo, ninik nan mambaow buah-buah dan......

TELUSUR Minggu, 25 April 2021, 22:06WIB
Cerita dari Daerah Jambi (4-Penutup)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 36. Dan kemudian diceritakan mengenai adat pengangkatan sultan. Ada dusun bernama Jebus. Penghulu Jebus menjadi raja sehari di negeri Jambi. Ia mengenakan......

TELUSUR Selasa, 20 April 2021, 16:20WIB
Cerita dari Daerah Jambi (3)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 23. Kemudian diceritakan bahwa dari IX Kuto, Sultan berperahu ke hilir. Dari sana, ia meneruskan perjalanan ke Sungai Tembesi, Sungkai Tungkal dan ke dusun......

TELUSUR Kamis, 08 April 2021, 13:58WIB
Cerita dari Daerah Jambi (2)

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 11. Kemudian diceritakan bahwa pada waktu, Mahmud Mahyuddin sendiri sedang berperang di Jambi. Perang itu terjadi karena Ratu Mas, isteri sultan, berpribadi......

TELUSUR Minggu, 28 Maret 2021, 03:34WIB
Cerita dari Daerah Jambi

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Sepuluh halaman folio berjudul ‘Verhaal dan de Streek Jambi’ atau dalam bahasa Indonesia: ‘Cerita dari Daerah Jambi.’ Halaman-halaman......

TELUSUR Senin, 22 Februari 2021, 16:29WIB
Walter M Gibson

Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Dalam rangka menyiapkan tulisan untuk rubrik ‘Telusur Jambi,’ saya teringat pada satu tas penuh berisi lembaran fotokopian artikel dan peta tentang......