Menjaga Hutan Desa Rio Kemunyang Durian Rambun
Kajanglako.com - Hutan Desa Rio Kemuyang Durian Rambun Kecamatan Muara Siau Kabupaten Merangin merupakan benteng terakhir di sebelah timur kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Luasan kawasan hutan desa ini seluas 4.484 hektar yang mendapatkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indoesia Nomor : SK.361/ Menhut –II/2011. Sekitar 46 persen wilayah Kabupaten Merangin Provinisi Jambi berupa kawasan hutan.
Ancaman perambahan, kebakaran dan juga konversi hutan menjadi perkebunan, serta penambangan emas tanpa ijin mengintai kawasan hutan yang masih tersisa. Hutan Desa Rio Kemunyang Durian Rambun pasca 9 tahun mendapatkan pengakuan diharapkan memberi manfaat secara ekonomi kepada masyarakat. Kondisi ekologi kawasan hutan itu masih sangat baik dengan tutupan beragam jenis tanaman kayu mencapai 85, 5 persen pada ketinggian maksimal 2.000 meter di atas permukaan laut.
Kawasan ini merupakan hulu Sungai Batanghari. Terdapat aliran Sungai Mesai dan Batang Nilo yang menyuplai air untuk desa yang juga dimanfaatkan menjadi sumber energi bagi pembangkit listrik tenaga mikro hidro yang menyuplai listrik untuk 87 rumah di Desa Durian Rambun. Daya yang dihasilkan mencapai 30.000 watt. Warga bisa menikmati listrik dari jam 4 sore hingga 7 pagi.
Biaya yang dikeluarkan per bulan masing-masing rumah berkisar dari Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu. Darman,operator PLTMH menyebutkan sejak 2009 PLTMH yang mereka gunakan masih beroperasi dengan baik. “hanya kejadian banjir bandang saja di 2015 ,kami mengalami kerusakan yang cukup parah. Selebihnya berfungsi baik dan normal.
Operator PLTMH berjumlah 2 orang, mereka mendapatkan upah sebanyak Rp 500 ribu per orang selama satu bulan. Darman mengaku masyarakat Durian Rambun sangat terbantu dengan adanya PLTMH tersebut.Tidak hanya manfaat energi listrik , masyarakat Desa Durian Rambun bersikeras menjaga hutan untuk beberapa keinginan lainnya.
Rosidi, ketua LPHD Rio Kemuyang menyebutkan keinginan masyarakt menjaga hutan desa dilandasi dari rasa aman dari ancaman perambahan yang terjadi di wilayah tetangga mereka. Hutan Desa Rio Kemunyang menjaga 9 mata air yang bermanfaat bagi warga Durian Rambun di musim kemarau. “Hutan Rio Kemunyang ini menjaga mata air bagi Desa Durian Rambun. Di saat desa-desa lain kekeringan,kami tidak pernah merasakan itu,” ujarnya.
Menjaga hutan merupakan keharusan bagi masyarakat, karena mereka menyakini hutan adalah sebuah warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Rosidi menegaskan Hutan Desa Rio Kemunyang ini adalah benteng bagi Kecamatan Muara Siau agar terhindar dari perambahan yang dilakukan pendatang. “Di Desa Koto Rami, desa tetangga kami Kecamatan Lembah Masurai sudah habis semua.
Bahkan sudah ada yang mencoba-coba masuk ke kawasan kami. Tapi kami usir terus. Hutan Desa Rio Kemunyang ini benteng, kalau bisa jebol seluruh kawasan hutan di wilayah Kecamatan Muara Siau juga akan terambah,” jelasnya.
Keberhasilan dalam menjaga hutan, membuat Hutan Desa Durian Rambun mengalami hampir nol laju deforstasi dan degradasi selama tiga kurun waktu terakhir. Hutan Desa Rio Kemunyang juga mendapatkan insentif dari penerapan skema cadangan karbon untuk menjaga hutan desa den mata pencaharian mereka. Intensif ini diberikan FFI sejak 2017 dengan menggandeng Disney.Stok karbon yang berhasil dihitung di kawasan hutan desa mencapai 12 ton karbon selama satu tahun. Masyarakat memperolah dana kompensasi sebesar RP 450 juta selama 3 tahun. Dana ini kemudian digunakan sebagai pendukung patrol pengamanan hutan desa, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat melalui budidaya kopi, dan pemberdayaan pemuda dan kaum perempuan.
Aturan adat yang menguatkan
Secara adat, Hutan Desa Rio Kemunyang diatur mekanisme pengelolaannya. Ali Umar Ketua Lembaga Adat Desa Durian Rambun menyebutkan secara turun temurun mereka sudah menetapkan adat dalam pengelolaan sumber daya alam khususnya hutan.
Masyarakat harus melaporkan jika membutuhkan lahan untuk berladang kepada pemangku adat, kepala desa dan lembaga pengelola hutan desanya. Bagi masyarakat yang ketahuan menjual lahan kepada orang luar, maka akan didenda adat senilai kerbau satu ekor, beras 100 gantang dan lahan yang dijual dikembalikan lagi ke desa.
Sementara bagi yang sudah mendapatkan ijin untuk membuat lading, maksimal yang diberikan hanya 2 hektar dan diselesaikan selama satu tahun. Jika tidak dilaksanakan, akan dikenakan denda adat sebanyak beras 20 gantang dan kambing 1 ekor.
Umar bilang jika pembukaan lahan untuk berladang dan kerbun juga harus berada dalam zona pemanfaatan. “Zona pemanfaatan ini yang berupa belukar muda dan tua serta lahan yang sudah terbuka. Semuanya atas izin dari beberapa lembaga di desa ini,” katanya.
Perambahan yang berlangsung massif di sekitar kawasan hutan desa ini menjadi alasan kuat masyarakat desa untuk mengelola hutan secara arif. Pengelolaan dengan skema hutan desa akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak hutan. Kepala BPSKL wilayah Sumatera, Sahala Simanjuntak menyebutkan proses pendampingan pasca terbitnya SK Hak Pengelolaan Hutan Desa, kelompok lembaga pengelola hutan desa membutuhkan perhatian dan pendampingan dari berbagai pihak. Masyarakat memiliki rencana kerja selama lima tahun yang perlu didorong untuk terealisasi. Sehingga jargon hutan lestari dan masyarakat sejahtera dapat diwujudkan.
"Melalui Forest Programme II ini kita memberikan pendampingan kepada beberapa kegiatan,diantaranya pembibitan tanaman agroferestry ini seluas 35 hektar,peningkatan kapasitas masyarakat,dan juga penataan ruang. Di Durian Rambun,ada beberapa potensi pengembangan ekonomi bagi masyarakat salah satu kelompok perempuan petani kopi yang sudah mulai memproduksi kopi untuk dipasarkan,ini akan kita dukung dalam peningkatan kapasitas dan kemampuan mereka untuk pengolahan kopi agar diterima pasar dengan baik," jelasnya.
Pengelolaan dengan skema hutan desa akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak hutan. Setelah memperoleh surat keputusan pencadangan areal kerja hutan desa, masyarakat tinggal menunggu hak pengelolaan.
Masyarakat akan membuat rencana pengelolaan desa hingga 35 tahun setelah izin diperoleh. Mereka dapat memanfaatkan potensi kayu dalam hutan, tetapi lebih terkendali. Masyarakat juga tetap berkewajiban menanam pohon dalam hutan. (Kjcom/Rilis)
Editor. Arman Mandaloni