beranda pilihan editor
Perspektif Oase Pustaka Jejak Sosok Wawancara Akademia Ensklopedia Sudut

Beranda JEJAK berita


Kamis, 17 Desember 2020, 14:26 WIB

Masjid dan Diplomasi: Kisah Ringkas Pendirian Masjid Agung di Korea Selatan

JEJAK

Masjid Agung di Korea Selatan

Oleh: Saiful Hakam*

Islam di Korea hadir belakangan. Tak heran bila Islam masih dianggap agama asing. Jumlah orang korea selatan yang memeluk Islam masih sedikit jika dibandingkan dengan para pendatang muslim yang bekerja sebagai pekerja pabrik dan perusahaan dan juga mahasiswa asing dari negara Islam. Pembangunan Masjid di Seoul mengungkapkan pengaruh kuat negara-negara Islam dan keberhasilan pemerintah Korea Selatan menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Islam.

Komunitas muslim di Korea muncul berkat pengaruh pasukan Turki yang terlibat dalam Perang Korea. Brigade Turki terdiri dari 5.000 prajurit. Mereka bertugas dalam komando Pasukan PBB. Ketika tentara Turki meninggalkan Korea setelah perang usai, para imam tentara Turki memperpanjang masa tinggal mereka di Korea. Para imam ini melakukan dakwah dan membuka sekolah untuk anak-anak Korea di Suwon. Pada tahun 1955, seorang imam tentara Turki menyiarkan dakwah Islam dan sekitar dua ratus orang Korea masuk Islam. Pada tahun 1956, seorang imam tentara,  Zubeyir Kochi, mendirikan gedung darurat untuk sholat Jumat di Imin -dong di bagian timur Seoul. Salat Jumat di Imin-dong melahirkan organisasi Muslim Korea pertama, Asosiasi Islam Korea, pada tahun 1956. Haji Muhammad Yoon Doo-Young kemudian menjadi imam Korea pertama dibantu  sahabat beliau Ummar Kim Jin- Kyu

Pada tahun 1960, dua Muslim Korea Selatan, Ummar Kim Jin- Kyu dan Haji Sabri Suh Jung-Gil melawat ke Arab Saudi dan Pakistan atas undangan Organisasi Muslim Dunia. Ketika pulang ke Korea, mereka diundang untuk mampir berkunjung ke Malaysia.  Ulama-ulama Malaysia  sangat terharu ketika bertemu dua muslim korea pertama itu. Pada tahun 1962, Organisasi Kesejahteraan Muslim Seluruh Malaysia menawarkan kesempatan bagi sebelas Muslim Korea, termasuk tiga perempuan belajar di Malaysia selama enam bulan di Klang Muslim College.

Pada tanggal 14 Oktober 1963, Dato Haji Noah, Ketua Majelis Nasional Malaysia, melawat ke Korea Selatan dan bertemu dengan para pemimpin Asosiasi Muslim Korea. Ia mengatakan bahwa Malaysia memberikan dukungan kuat untuk komunitas Muslim Korea. Pada tahun 1963, Perdana Menteri Tuanku Abdul Rahman Putra atas nama Pemerintah dan Rakyat Malaysia memberikan sumbangan 33.000 Malaysia ringgit untuk pembangunan masjid pertama di Korea Selatan. Pada tahun 1964, para pemimpin Asosiasi Muslim Korea memulai pembangunan masjid. Proyek pembangunan ini sepenuhnya tergantung pada dana Malaysia. Para pemimpin Muslim Korea membeli lahan sekitar 5.600 meter persegi di Sangdo –dong, saat itu merupakan daerah pemukiman tertinggal di Seoul.

Pembangunan masjid pun dimulai. Ongkos pekerja dan pengeluaran kontraktor akan diganti menyusul atau di-reimburse. Namun, pekerjaan tidak berjalan lancar. Para pemimpin Muslim Korea mengira dolar Malaysia sama dengan dolar Amerika. Pembangunan masjid pun dihentikan pada akhir tahun 1964 karena salah urus dan beberapa pertengkaran termasuk rumor penggelapan. Proyek pembangunan masjid pun gagal.

Kim Jin- Kyu, ketua Asosiasi Muslim Korea mundur dari proyek pembangunan masjid. Ia meninggalkan hutang menumpuk dan biaya pembangunan yang belum dibayar. Organisasi Muslim Korea ditutup, meninggalkan proyek masjid yang belum selesai. Kredibilitas Muslim Korea di hadapan pemerintah dan rakyat Malaysia pun rusak.

Pemerintah Korea Selatan terkejut atas pengaruh buruk dari kegagalan proyek pembangunan masjid ini. Hubungan diplomatik Korea Selatan dengan Malaysia pun terganggu. Di saat yang sama, pemerintah Korea Selatan sadar akan nilai ekonomi dan kekuatan diplomatik komunitas Islam dunia khususnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pemerintah Korea memahami betul kekuatan jaringan Non-Blok sangat aktif selama 1960-an dan 1970-an. Pemerintah Korea Selatan menemukan bahwa mereka bisa mendapatkan dukungan anti-komunisme, dan anti ateisme dari banyak negara Islam. Pemerintah Korea Selatan bisa mendapatkan sekutu yang sangat berharga dari negara-negara Islam

Kim Jin-Kyu, ketua Asosiasi Islam Korea, mundur dari proyek, meninggalkan hutang dan biaya pembangunan masjid yang belum dibayar. Bab pertama dari organisasi Muslim Korea tutup, proyek masjid pertama gagal. Kegagalan ini merusak kredibilitas Muslim Korea, mengganggu hubungan diplomatik Malaysia dan Korea Selatan. Namun, kegagalan ini malah menarik perhatian pemerintah Korea Selatan. Asosiasi Islam Korea diambil alih oleh tokoh baru, Paik Seung-Jwa dan Won Jong. Pada bulan April dan Mei 1965, dengan dukungan dari pemerintah Korea Selatan dan dukungan anggota muslim baru, berdiri organisasi korps Muslim Korea baru bernama Central Federasi Muslim Korea, (Han'guk Is?llam chungang y?nhaphoe).

Central Federasi Muslim Korea melakukan rekonfigurasi organisasi secara lebih serius, membelanjakan anggaran secara ketat, dan memindahkan masjid ke gedung sewaan dua lantai di Jalan W?nhyo-ro di distrik Yongsan Seoul. Pada tahun 1966, dengan pemulangan terakhir pasukan Turki di Korea, masjid di W?nhyo-ro menerima perabotan kantor. Berkat bantuan tentara Turki, sebuah menara dibuat dari drum minyak. Dengan dukungan Pemerintah Korea Selatan, para pemimpin Muslim Korea memperluas lawatan mereka ke Malaysia, Indonesia, dan Pakistan

Beberapa pemimpin Muslim asing tiba di Korea untuk memberikan ceramah aqidah Islam, yang saat itu dirasa kurang di kalangan Muslim Korea. Para intelektual Muslim dari berbagai negara Islam secara sukarela membantu kebutuhan muslim Korea. Pendidikan aqidah datang dari seorang intelektual Muslim Pakistan bernama Muhammad Samid Jamil. Ia adalah anggota delegasi  Asosiasi Quran Pakistan. Pada tahun 1967, Central Federasi Muslim Korea menerbitkan buletin bulanan, The Islam Herald, dan mengirimkannya ke organisasi Muslim luar negeri. Muslim Korea memperoleh dukungan cukup besar dari Arab Saudi untuk rencana pembangunan Masjid Seoul. Pada tahun 1967, Suh Jung-Gil, Presiden Central Federasi Muslim Korea, dan Kim Jong -Soon, anggota dewan Central Federasi Muslim Korea, diundang ke Konferensi Liga Dunia Muslim atau Rabita al- Alam al- Islam  diadakan di Mekkah, Arab Saudi.  Pada sesi terakhir konferensi, delegasi Korea mempresentasikan tentang keadaan Islam di Korea dan menjelaskan perlunya pembangunan masjid di Seoul. Seorang anggota dewan RABITA, Abdallah Ali Moutawa, dari Kuwait, bersemangat menyerukan agar RABITA harus membantu pembangunan masjid pertama Korea Selatan dengan cara apapun. RABITA dengan suara bulat mendukung untuk pembangunan Masjid Seoul.

Pada bulan Maret 1969, Central Federasi Muslim Korea mengubah namanya menjadi Federasi Muslim Korea (FMK). Organisasi ini memperoleh status hukum sebagai yayasan keagamaan dari Kementerian Kebudayaan dan Informasi Publik Korea Selatan. Dalam prosesnya, organisasi itu direstrukturisasi menjadi dua bagian terpisah. Yakni urusan agama dan urusan pengelolaan anggaran. Tamu dari negara Islam ke Korea Selatan meningkat. Pemerintah Korea Selatan bahkan mengundang Sultan Ibrahim Ismail dari Johor, Malaysia untuk melihat keadaan Islam di Korea dan menekankan dukungan pemerintah Korea Selatan terhadap Komunitas Muslim Korea.

Proyek pembangunan Masjid Seoul juga mendapatkan momentum baru. Sadar akan pentingnya proyek pembangunan masjid, pemerintah Korea Selatan menyediakan lahan. Di bawah perintah khusus dari Presiden Park Chung- hee, Walikota Kota Seoul, Kim Hyeon -Ok, menyerahkan lahan seluas 33.000 meter persegi tanah di daerah Panpo.  Awalnya, mayoritas anggota dewan FMK siap menerima tawaran tak terduga  ini. Namun, setelah melalui perdebatan, dewan FMK malah mengajukan lahan seluas 5.000 meter persegi di atas bukit di Hannam -dong di daerah Itaewon di Seoul.

Kawasan Hannam –dong dipilih karena berada di antara Gunung Namsan dan Sungai Han. Lokasinya tepat menurut p'ungsu chir, prinsip geo-mansi tradisional Korea atau fengshui dalam tradisi Tionghoa. Lokasi itu berdekatan dengan beberapa kantor kedutaan besar asing, termasuk kedutaan besar negara Islam. Namun ada juga rumor bahwa beberapa pengurus FMK memiliki lahan dan properti di sekitar Itaewon dekat dengan lokasi masjid.   

Pada 26 April 1969, Konsul Jenderal Arab Saudi di Singapura, Dato Sayd Ibrahim Bin Omar Alsagoff, melawat ke Korea Selatan. Status lawatan itu bukan saja sebagai diplomat Arab Saudi melainkan juga sebagai delegasi RABITA. Tujuan lawatannya untuk membahas lokasi pembangunan Masjid Seoul dengan Federasi Muslim Korea dan pemerintah Korea Selatan.  Pada tahun 1970 pemerintah menyerahkan tanah seluas 5.000 meter persegi di Hannam -dong kepada FMK sebagai lahan masjid agung pertama Seoul. Pemberian tanah pemerintah kepada kelompok agama merupakan peristiwa yang luar biasa. Padahal, pemerintah Korea Selatan sangat mempertimbangkan keseimbangan dan netralitas ketika berurusan dengan berbagai kelompok agama. Tetapi sumbangan tanah pemerintah ini adalah momen penting dalam keberhasilan pembangunan Masjid Seoul.

Pembangunan Masjid Seoul berjalan dengan cepat. Kunjungan timbal balik di antara para pemimpin agama dan politik Korea Selatan dengan negara-negara Islam meningkat. Masjid sementara dibangun di situs Masjid Seoul pada November 1970, dan FMK melaksanakan sholat Jumat di bangunan sementara itu. Para pemimpin Muslim Korea Selatan juga secara aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan dan konferensi Islam internasional. Mereka meminta kontribusi dari organisasi Muslim internasional untuk pembangunan Masjid Seoul. Bagi organisasi Muslim di Timur Tengah dan Asia Tenggara, dari sudut pandang dakwah, proyek masjid agung Seoul merupakan tonggak penting di Asia Timur, sebuah negeri yang didominasi oleh agama Budha dan Kristen Protestan. Pidato dan seruan para pemimpin Muslim Korea, anggota baru Umat Islam, bergema di lubuh hati para peserta pertemuan Islam internasional dan di negara-negara Islam tradisional. Para pemimpin organisasi Muslim dunia menekankan bahwa proyek tersebut harus memberikan kesempatan partisipasi kepada setiap kelompok dan individu dari masyarakat muslim dunia. Idealnya, Masjid Seoul akan didirikan oleh Muslim Korea terlebih dahulu, baru kemudian ada partisipasi dari setiap komunitas Muslim di dunia.

Keterlibatan aktif pemerintah Korea Selatan adalah faktor langka di negara non-Islam. Ini sangat menyentuh pemimpin negara Islam. Donasi datang dari banyak negara di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Tenggara. Melalui RABITA, pemerintah Indonesia, Pakistan, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Libya, para pemimpin agama, dan lembaga swasta memberikan sumbangan dan pengajaran Islam. Misalnya, dua imam Pakistan yang dibiayai oleh Asosiasi Dakwah Libya dikirim pada tahun 1974 untuk mengajarkan syariat Islam kepada Muslim Korea. Pertemuan komunitas Islam internasional  membuat kagum Muslim di Korea Selatan dan negara-negara Islam. Satu bentuk nmobilisasi nyata dari komunitas Islam dunia kosmopolitan untuk tujuan bersama membangun Masjid Seoul. Peran Arab Saudi cukup signifikan, tidak hanya penggalangan dana dan  desain arsitektur tetapi juga untuk pengelolaan anggaran konstruksi itu sendiri.  Pangeran Saudi Nawaf Ibn Abdul Aziz mengunjungi Korea Selatan pada tahun 1975.

Upacara peresmian Masjid Seoul menjadi acara penting bagi Muslim Korea dan terutama bagi pemerintah Korea Selatan. Federasi Muslim Korea masih tergolong lemah sebagai organisasi tidak sanggup mengurus tamu-tamu undangan upacara peresmian masjid yang sebagian besar adalah para diplomat negara-negara Islam. Alhasil, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan turun tangan membantu urusan protokoler dan persiapan upacara peresmian masjid.  Direktur Asia dan Timur Tengah Departemen Kementerian Luar Negeri Korea Selatan membentuk tim khusus di bawah pengawasan langsung Wakil Menteri Luar Negeri. Pemerintah juga memperkuat panitia penyelenggara dengan merekrut beberapa anggota khusus dari  Kemenlu dan bertanggung jawab atas hubungan internasional Federasi Muslim Korea.

Delegasi dari 51 negara berpartisipasi dalam upacara peresmian masjid pada Mei 1976. Sekitar sepuluh di antara negara yang hadir belum  memiliki hubungan diplomatik dengan Korea Selatan sebelum. Lima belas dari tamu istimewa yang hadir adalah para menteri. Pemimpin Muslim mereka dari Amerika Serikat dan Kanada juga hadir. Berbagai negara Islam menyumbangkan barang-barang interior untuk bangunan Masjid Seoul. Ubin dekoratif untuk mihrab dari Turki. Mimbar kayu cedar Mediterania dari Maroko. Reproduksi  kaligrafi Ka'bah diukir di atas piring kayu dari Arab Saudi. Seratus Kitab Suci Alquran dari Arab Saudi dan Quran Society of Pakistan. Negara-negara Islam lain memberikan sumbangan dekorasi dan interior. Termasuk jam tegak besar, lampu listrik untuk ruang utama, dan foto berbingkai tentang Mekah di Arab Saudi dan Baitul Maqdis di Palestina.

Pembangunan Masjid Seoul pun rampung. Kunjungan kepala negara Timur Tengah dan negara-negara Asia Selatan meningkat pesat. Tokoh Muslim populer seperti Muhammad Ali juga melawat ke Masjid Seoul. Karena bahagia melihat Islam hadir di sebuah negara kecil di Timur Jauh, negara-negara Islam di Timur Tengah kian meningkatkan sumbangan kepada Muslim Korea Selatan. Maroko dan Iran  memberikan sumbangan besar uang dan Alquran kepada Federasi Muslim Korea. Pemerintah Arab Saudi menyediakan US $ 25.000 per tahun untuk biaya operasional Federasi Muslim Korea. Lembaga Islam di Libya, Qatar, dan Turki bergabung dengan Arab Saudi mengirimkan misi dakwah ke Korea Selatan. Qatar mengirimkan dua ulama dalam misi dakwah setiap tahun selama bulan Ramadhan. Pembangunan Masjid Seoul merupakan pencapaian luar biasa bagi pemerintah Korea Selatan. Karena mendapatkan dukungan dari negara Islam, Korea Selatan dapat memperluas jaringan diplomatiknya ke negara-negara Islam yang sebelumnya tidak memiliki hubungan diplomatik sama sekali. Daya tarik masjid agung baru Korea Selatan, juga terkait dengan sentimen anti-komunis dan anti ateis dari  negara Islam. Korea Selatan mendapatkan dukungan dari negeri-negeri muslim dalam  konflik dan persaingannya dengan Korea Utara yang komunis dan ateis.  

*Peneliti di Pusat Penelitian Kewilayahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Editor. KJ-JP

TAGAR: #Jejak#Masjid#Diplomasi#Islam di Korea

indeks berita Jejak
JEJAK Sabtu, 12 Juni 2021, 11:16WIB
Menapaki Kota Tua Tambang Batubara Sawahlunto

Oleh: Jumardi Putra* Hari elok ketiko baik, begitu bunyi penggalan seloko Jambi. Jumat, 10 Desember 2020 adalah hari baik (kalau bukan istimewa) buat saya karena kali pertama menginjakkan kaki sekaligus......