beranda pilihan editor
Perspektif Oase Pustaka Jejak Sosok Wawancara Akademia Ensklopedia Sudut

Beranda SOSOK berita


Minggu, 08 November 2020, 22:21 WIB

Raden Mattaher Panutan Bagi Milenial

SOSOK

Ilustrasi. Relief sejarah Jambi. Sumber: Museum Perjuangan Rakyat Jambi.

Oleh: Asyhadi Mufsi Sadzali*

“Apakah Tuan dan Puan pernah mendengar nama Raden Mattaher?” Bila disebut nama Raden Mattaher, bagi masyarakat Jambi bisa jadi yang terlintas adalah nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama jalan di pusat kota, nama lapangan tembak, atau salah satu tokoh penting dalam perang Jambi melawan kolonial Belanda. Sosok ini juga dikenal dengan julukan “Singo Kumpeh”.

Pada awal tahun 2019 Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Kota Jambi menyerahkan dokumen usulan gelar pahlawan nasional Raden Mattaher kepada Kementerian Sosial Republik Indonesia, yang selanjutnya diserahkan ke Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat untuk dikaji secara mendalam sebelum akhirnya layak untuk direkomendasikan kepada Presiden sebagai pahlawan nasional.

Bukan perkara mudah untuk lolos sebagai pahlawan nasional, lantaran Jambi pernah mencobanya beberapa kali, bahkan di beberapa daerah ada yang mencobanya hingga bertahun- tahun. Namun Raden Matther dengan jejak-jejak perjuangannya yang masih dapat kita telusuri dianggap sangat layak serta memenuhi syarat sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan untuk diangkat dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia.

Gelar Pahlawan Nasional sifatnya sangat khusus di antara gelar-gelar lainnya. Sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2009, gelar ini hanya diberikan kepada warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan Negara, atau semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Penantian sekian tahun ahkirnya terwujud. Harapan masyarakat provinsi Jambi mendapatkan gelar pahlawan nasional atas nama Raden Mattaher secara resmi akan terwujud pada tanggal 10 November 2020 di Istana Negara. Tanda jasa ini akan langsung diserahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, kepada pihak keluarga Raden Mattaher. Rakyat Jambi jelas berbangga, karena tidak hanya memiliki Sultan Taha saja, tapi kini ada pahlawan nasional kedua yakni Raden Mattaher. Di balik keberhasilan yang mengharukan dan membanggakan seluruh masyarakat Jambi, ada beberapa nama yang sangat berperan, untuk menyebut contoh, seperti pertama adalah Walikota Jambi, Syarif Fasha, melalui tangan dinginnya segala upaya bermula dan berjalan dengan ridho ilahi. Kemudian peran Dinas Sosial Kota Jambi yang bekerja keras tanpa mengenal lelah, juga dorongan Dinas Sosial Provinsi Jambi yang senantiasa mendukung penuh.  Selanjutnya tentu saja pihak keluarga ahli waris dan para peneliti terdahulu pionir pembuka jalan, dari Raden Syarif-Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau hingga Universitas Jambi, serta Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Kota Jambi. Keberhasilan ini tak lepas dari dukungan penuh dan doa segenap masyarakat provinsi Jambi.

 

10 November

Menjelang 10 November ‘Hari Pahlawan’ sekaligus momen penganugerahan pahlawan nasional, tiba-tiba terlintas satu pertanyaan sederhana, “Setelah dinobatkan sebagai pahlawan nasional, lantas selanjutnya apa?” Pertanyaan yang tidak hanya harus dijawab, namun juga wajib diupayakan sebagai tanda bakti dan kecintaan kita kepada para pahlawan. Memang sudah  sepantasnya jika para pejuang yang hidup dan matinya untuk bangsa ditinggikan derajatnya, dimuliakan perjuangannya, dan diteladani sikap dan tindakanya. Arti perjuangan Raden Mattaher tidak hanya terhenti pada pencapaian gelar pahlawan nasional semata, hal itu terlalu kecil dari besarnya perjuangan dan cita-citanya. Apa yang Raden Mattaher inginkan dan pesankan kepada generasi penerus, sejatinya telah tersirat dari potongan sikap, tindakan dan pemikiran yang dapat dibaca dari interpretasi sejarah dan arkeologi.

Sifat, sikap dan pemikiran Raden Mattaher memang di atas rata-rata orang awam pada umumnya, hal ini tergambar dalam arsip militer Belanda; Indische Militair Tijdeschrift – Extra Bijlagen, 01/12/1930; v. 43/86, mencatat situasi malam penangkapan yang menawaskan Raden Mattaher karena menolak untuk menyerah. Raden Mattaher justru lebih memilih bertarung bersama Raden Achmad dan lima pengikutnya melawan satu kompi pasukan khsusus ‘Marechaussee’ dan dua kompi pasukan Ambon yang dipimpin Letnan Geldrop yang sengaja didatangkan dari Palembang dan Batavia. Tak ada yang lebih heroik dari peristiwa pengepungan tak seimbang penuh tipu muslihat itu. Sepintas gambaran visualnya dapat kita saksikan dalam film dokumenter sejarah yang diproduksi Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau tahun 2018 bertajuk “Perjuangan Raden Mattaher di Jambi”. Film ini tidak hanya memberikan informasi, namun juga menginspirasi tak putus-putusnya ibarat sungai Batanghari yang mengalir dari masa ke masa, dan menjadi saksi betapa cerdasnya taktik perang Raden Mattaher yang dikenal “Strategi Perang Gerilya Sungai”.

Tak hanya ahli dalam strategi perang, Raden Mattaher Singo Kumpeh, juga ditakuti Belanda karena keberaniannya, dan itu yang tetap hidup di tengah masyarakat Jambi sekaligus menjadi bara api pemicu perlawanan lanjutan di masa setelah kematiannya. Pasca proklamasi namanya diabadikan sebagai nama jalan, nama rumah sakit daerah, nama lapangan tembak, dan nama yayasan pendidkan. Inspirasi yang terus hidup itu oleh Negara dipandang perlu untuk menasional, dalam artian tidak hanya di Jambi, tapi juga menjadi contoh teladan generasi muda dari ujung barat hingga ke ujung timur Indonesia.

Bagi para milenial, Raden Mattaher sangat pas dijadikan panutan  “sebuah gambaran ideal yang diinginkan untuk diri pribadi di masa depan walaupun tak mengenalnya secara langsung”. Beberapa sifat, sikap dan pemikiran yang sangat patut ditanamkan, antara lain Raden Mattaher itu Multi-talenta, atau punya banyak kepandaian dan keahlian. Sebagaimana dalam tulisan Raden Syarif (1969), yang dihimpun dari para saksi sejarah, Raden Mattaher sangat menyukai dan pandai bermain musik, terutama bermain biola. Saat bergerilya untuk menghibur diri dan para pengikutnya, ia kerap memainkan biola. Selain itu, beliau juga ahli bermain sepak takraw, olahraga khas melayu yang hingga hari ini eksis dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) maupun internasional. Ada keseimbangan antara fisik dan jiwa.

Beliau layaknya milenial keren masa kini, juga menguasai kemampuan hard skill dan soft skill. Hard skill misalnya menguasai bela diri dan penggunaan senjata. Keahliannya dalam menembak diakui oleh pasukan Belanda, dan bahkan kini nama lapangan tembak di Jambi disematkan atas namanya. Dalam hal soft skill, beliau ahli dalam komunikasi publik dan pandai bergaul dengan semua kalangan, sehingga rakyat Jambi sangat mencintai dan mendukung  perjuangannya. Misalnya diriwayatkan saat pasukan Raden Matther telah terdesak dan Belanda menerbitkan edaran hadiah uang sebesar f.2000 bagi yang menginformasikan lokasi persembunyian Raden Mattaher, sebagaimana tercatat dalam Indische Militair Tijdschrift. Merespon situasi sulit itu, para penduduk justru menggalang dana secara sukarela untuk membiayai pelarian Raden Mattaher ke Batu Pahat, Johor, Malaysia. Namun Raden Mattaher menolak dan lebih memilih melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Gambaran sosok pemimpin yang lahir dari jiwa sosial dan pandainya mengambil hati dan simpati orang-orang di sekitarnya.

Adaptif dan solutif atas tantangan dan persoalan adalah hal ketiga yang patut milenial contoh dari sosok ‘Singo Kumpeh’. Kemampuan adaptasinya yang tinggi terlihat bagaimana Raden Mattaher mampu menjadikan alam sekitarnya sebagai tempat berlindung sekaligus kekuatan melawan pasukan Belanda yang terlatih dengan dukungan persenjataan modern. Beliau juga sangat solutif dalam hal menjawab tantangan menghadapi Belanda yang tak mungkin dihadapi dengan perang terbuka. Jelas dari segala sisi tak seimbang, maka solusinya adalah serangan mendadak dini hari terhadap konvoi kapal Belanda yang melewati sungai Batanghari. Raden Mattaher menguasai dengan baik seluk-beluk sungai Batanghari dan spot-spot terbaik untuk menyergap kapal Belanda. Terbukti dari semua serangan seluruhnya dapat dikatakan berhasil. Dan inilah yang kemudian menjadi ciri khas perang Raden Mattaher “Strategi Gerilya Sungai”.

Sifat, dan sikap keempat Raden Mattaher adalah pantang menyerah. Dapat dibayangkan, tatkala telah jelas bila tak menyerah maka maut di depan mata. Sebab ada 1 kompi pasukaan khsus marsose dan dua kompi pasukan ambon dengan persenjataan lengkap mengepung rumah persinggahan Raden Mattaher di Desa Muarajambi, namun jalan pedang lebih dipilih daripada berkompromi. Dan jalan pedang pantang menyerah hingga darah penghabisan inilah yang wajib dimiliki seoarang pahlawan. Rela mengorbankan miliknya yang paling berharga dan tidak menyerah dan menggadaikan cita-citanya walau nyawa jadi taruhan.

Kelima adalah totalitas Raden Mattaher dalam memainkan perannya sebagai pejuang sekaligus panglima perang. Hal ini mencapai tingkat profesionalisme tertinggi. Sedari muda beliau giat menuntut ilmu agama, dan ilmu perang yang harus dikuasai untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Tanpa totalitas yang tinggi, mustahil pasukan Belanda menjadi kalang kabut hingga meminta bala bantuan dari Palembang dan Batavia untuk memadamkan perang gerilya Raden Mattaher. Musuh takut sakaligus salut menaruh hormat terhadapnya. Terbukti dari pernyataan pemerintah Belanda beberapa hari setelah kematiannya dalam sebuah surat kabar De T?d: godsdienstig-staatkundig dagbla, tertanggal 2 Oktober 1907 “Di bulan September 1907, Raden Mattaher keluarga dekat Sultan Thaha, juga panglima perang yang paling kuat, dan ditakuti militer Belanda, setelah melakukan pengepungan dan pengejaran terus menerus, maka gugur dalam pertarungan hebat dengan pasukan Belanda di Dusun Muarajambi”.

Sifat, sikap dan pemikiran Raden Mattaher yang disebutkan hanyalah beberapa di antara yang tentunya dapat dijadikan percontohan bagi generasi milenial, penerus dan pengemban cita-cita luhur Raden Mataher. Sifat, sikap dan pemikiran tersebut sangat relevan dengan kondisi hari ini dan bahkan situasi di masa mendatang, dimana kompetisi dan poin-poin yang dibutuhkan dalam dunia kerja, bahkan untuk pemajuan bangsa dan Negara. Selain menjadikan sosok Raden Mattaher sebagai role model, upaya lain yang patut segera dilakukan dari pihak pemerintah daerah, Kabupaten Muara Jambi dan Kota Jambi adalah segera menetapkan tapak-tapak sejarah perjuangan Raden Mattaher yang ada di kedua wilayah tersebut sebagai cagar budaya. Dimulai dari SK penetapan sebagai Cagar Budaya tingkat Kabupaten/Kota, selanjutnya di SK-kan Gubernur sebagai Cagar Budaya tingkat Provinsi, sebelum ahirnya diajukan sebagai Cagar Budaya Nasional. Kerja demikian itu bpenting, selain untuk melindungi dan melestarikan situs yang menjadi lokasi dan saksi perjuangan Raden Mattaher juga sekaligus sebagai ruang penjaga memori kolektif masyarakat Jambi agar tetap hidup selamanya.

Upaya-upaya selaras lainnya tentu harus dipikirkan baik oleh pemerintah daerah, akademisi, lembaga non pemerintah, komunitas, maupun segenap masyarakat Jambi. Penganugerahan gelar pahlawan nasional bukanlah sebuah ahkir, namun justru menjadi awal dari gerakan sadar akan pentingnya sejarah, “Historia Magistra Vitae” sejarah adalah guru yang terbaik. Selamat Hari Pahlawan.

 

*Pengajar di jurusan arkeologi Universitas Jambi. Penulis tergabung dalam TP2GD Kota Jambi.

Editor. KJ-JP

TAGAR: #Raden Mattaher#Pahlawan Nasional#Sejarah Jambi#Tokoh Jambi

indeks berita Sosok
SOSOK Senin, 19 September 2022, 14:59WIB
Sumbangan Pemikiran Prof. Azyumardi Azra

Oleh: Jumardi Putra* Sungguh mengejutkan, lebih-lebih dalam kondisi kesehatan saya belum pulih benar, tiba-tiba mendapat berita Prof. Azyumardi Azra wafat di Rumah Sakit Serdang, Selangor, Malaysia, Minggu, 18......

SOSOK Selasa, 13 April 2021, 16:09WIB
Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan

Oleh: Fridiyanto* Daniel Dhakidae, seorang begawan ilmu sosial yang mungkin menurut saya tidak terlampau banyak dikenal di kalangan akademisi perguruan tinggi islam. Setidaknya ini saya amati di beberapa grup......

SOSOK Rabu, 30 Desember 2020, 07:53WIB
Gus Dur, Santri Par Exellence

Oleh: Jumardi Putra* Gus Dur, sosok yang kerap melontarkan ungkapan “Gitu Aja Kok Repot” ini kerap disematkan sebagai santri neo modernis par excellence. Sebutan demikian rasanya tak berlebihan bila......

SOSOK Minggu, 20 Desember 2020, 19:56WIB
Mengenal Riwanto Tirtosudarmo

Oleh: Jumardi Putra* Berjumpa seorang intelektual dan darinya kita bisa bekerja sama sekaligus mendapatkan asupan pengetahuan adalah sesuatu yang membahagiakan. Demikian saya rasakan ketika mengenal sosok Pak......