beranda pilihan editor
Perspektif Oase Pustaka Jejak Sosok Wawancara Akademia Ensklopedia Sudut

Beranda BERITA berita


Jumat, 04 Oktober 2024, 23:13 WIB

Pemberdayaan KWT Nagari Sipangkur Dalam Pengelolaan Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit Berbasis Teknologi Organik

BERITA PENDIDIKAN

Pemberdayaan KWT Nagari Sipangkur Dalam Pengelolaan Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit Berbasis Teknologi Organik

Artikel Ini Ditulis Oleh : Dosen Kampus III Unand Dharmasraya, Wulan Kumala Sari, S.P., M.P., Ph.D.

 

Kelapa sawit sebagai salah satu komoditi perkebunan yang menjanjikan secara ekonomi, telah mendorong banyak pihak untuk melakukan ekstensifikasi tanaman tersebut, seperti di Kabupaten Dharmasraya, Kecamatan Tiumang, Nagari Sipangkur. Kelompok Wanita Tani (KWT) Tunas Jaya di Nagari Sipangkur telah terbentuk sejak tahun 2019, namun peran dan fungsi KWT ini masih dalam skala rumah tangga dan belum optimal dalam hal pengelolaan limbah perkebunan kelapa sawit.

Oleh karena itu, tujuan dari kegiatan pengabdian ini yaitu untuk pemberdayaan KWT Tunas Jaya sehingga dapat mengoptimalkan keberadaan perkebunan kelapa sawit di sekitar tempat tinggal mereka, seperti dengan pengelolaan limbah perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk organik (kompos).

Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini diawali dengan sosialisasi, penyuluhan, yang diikuti dengan demonstrasi dan pendampingan pembuatan kompos dari pelepah dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Selama sosialisasi dan penyuluhan, kelompok tani dan masyarakat aktif bertanya dan berdiskusi tentang teknik pembuatan kompos yang tepat.

Adanya respon dan antusiasme masyarakat menunjukkan bahwa program ini berhasil meningkatkan keingintahuan mereka tentang pentingnya pengelolaan limbah perkebunan kelapa sawit agar memiliki nilai tambah. Saat kegiatan demonstrasi dan pendampingan pembuatan kompos, kelompok tani dibantu dan dibimbing oleh tim pengabdian, seperti dalam hal pencacahan pelepah dan TKKS.

Penerapan teknik pembuatan kompos yang tepat akan memberikan keuntungan dalam hal efektivitas dan efisiensi sumber daya. Di samping itu, kompos dapat sebagai substitusi penggunaan pupuk sintetik/kimiawi dan tentu saja mendukung keberlanjutan ekosistem. Antusiasme dari kelompok tani dan masyarakat, serta kompos berhasil dibuat dengan baik adalah bukti dan indikator keberhasilan kegiatan pengabdian ini.

 

 

Tim pengabdian Unand bersama anggota KWT saat berfose bersama.

 

PENDAHULUAN

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat salah satu bentuknya dapat berupa pemberdayaan komunitas yang dilakukan oleh sekelompok individu agar dapat berkontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Menurut Wisnubroto et al. (2023), kegiatan pengabdian masyarakat dapat dilakukan melalui pengajaran, pelatihan, atau penyediaan layanan yang relevan sehingga berperan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Aktivitas tersebut dapat membantu masyarakat dalam mengatasi masalah, meningkatkan keterampilan, dan memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, maupun lingkungan tempat tinggal mereka.

Salah satu lokasi yang dapat dijadikan sebagai target kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah Kelurahan/Nagari Sipangkur. Nagari ini merupakan salah satu nagari di Kecamatan Tiumang, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Berdasarkan data BPS Dharmasraya (2023), luas Nagari Sipangkur adalah 17,99 km2 dengan jumlah penduduk 2.591 jiwa dan kepadatan penduduk 144,02 jiwa/km2.

Secara geografis, wilayah ini berpotensi sebagai lahan pertanian terutama untuk komoditi perkebunan seperti kelapa sawit yang memang saat ini sedang berkembang pesat di Kabupaten tersebut. Nagari Sipangkur terdiri dari 7 dusun/jorong, yaitu Lagan Jaya I, Lagan Jaya II, Sipangkur I, Sipangkur II, Sumber Mulya, Mekar Mulya, dan Jaya Mulya. Mayoritas (>70%) penduduknya adalah masyarakat keturunan Jawa hasil program transmigrasi tahun 1970an.

Jika dilihat dari latar belakang keturunan masyarakat tersebut maka daerah ini berpotensi untuk diberdayakan, karena masyarakat keturunan Jawa terkenal rajin, ulet, kompak dan mau dibina. Hal ini terbukti dengan sudah terbentuknya Kelompok Wanita Tani (KWT) Tunas Jaya pada tahun 2019 di daerah tersebut.

Sejauh ini, KWT Tunas Jaya di Nagari Sipangkur sudah mampu menjalankan aktivitas dalam membimbing dan membina Ibu-Ibu petani disana, seperti dalam hal menanam tanaman obat, rempah dan bumbu dapur di pekarangan, mengolah sampah rumah tangga, membuat panganan skala kecil, serta kegiatan lain seperti gotong royong rutin.

Namun, permasalahannya adalah KWT belum mampu mengoptimalkan potensi yang ada di sekitarnya yaitu perkebunan kelapa sawit yang hampir mendominasi (>50%) di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang telah dilakukan, teridentifikasi bahwa masalah itu muncul karena masyarakat belum mengetahui teknologi praktis dalam mengolah limbah perkebunan sawit. Seperti pelepah sawit dan tandan kosong kelapa sawit yang notabene tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan baku kompos karena harus dicacah atau dirajang terlebih dahulu, serta dalam proses pembuatan kompos memerlukan mikroorganisme decomposer.

Agar proses pengomposan berlangsung lebih singkat dan kompos yang diperoleh dapat masak/matang dengan sempurna, hingga siap digunakan/diaplikasikan ke tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yelli dan Sari (2023), tentang dihasilkannya mikroorganisme lokal dari sabut kelapa dan diaplikasikan untuk menunjang pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler Mahasiswa UNAND Tahun 2024 di Nagari Sipangkur, Kecamatan Tiumang, Kabupaten Dharmasraya. Kegiatan ini bertujuan untuk pemberdayaan Kelompok Wanita Tani (KWT) Tunas Jaya di Nagari Sipangkur sehingga dapat mengoptimalkan keberadaan perkebunan kelapa sawit di sekitar tempat tinggal mereka.

Seperti dengan pengelolaan limbah perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan kompos (pupuk organik). Harapannya, kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang teknik pembuatan kompos yang efektif dan efisien, limbah perkebunan kelapa sawit memiliki nilai tambah, dan kompos yang dihasilkan dapat sebagai substitusi penggunaan pupuk sintetik/kimiawi yang semakin langka dan harganya melonjak naik di pasaran.

 

Mahasiswa saat memberikan informasi kepada anggota KWT.

 

METODE KEGIATAN

 Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini telah dilaksanakan pada bulan September 2024 yang berlokasi di Kenagarian Sipangkur, Kecamatan Tiumang, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Objek/sasaran/mitra dalam kegiatan ini yakni Kelompok Wanita Tani (KWT) Tunas Jaya dan masyarakat yang berdomisili di daerah tersebut. Topik yang diangkat yaitu teknik pembuatan kompos yang tepat dari limbah perkebunan kelapa sawit.

 Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi laptop, infokus/proyektor, pengeras suara, alat tulis, parang, sekop, ember, saringan, terpal, gembor, dan alat pendukung lainnya. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain: pelepah daun kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit, Effective Microorganisms - 4 (EM4) dan/atau Mikro Organisme Lokal (MOL) yang dibuat sendiri dari bahan-bahan sisa rumah tangga. Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

 

Sosialisasi tentang pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan kompos

Kegiatan berupa diseminasi ini dilakukan dalam bentuk penjelasan, pemaparan, dan transfer ilmu/informasi kepada KWT dan masyarakat setempat yang telah berkumpul di Balai Desa - Kantor Wali Nagari Sipangkur. Informasi yang diberikan berupa pengetahuan tentang potensi dari limbah perkebunan kelapa sawit (pelepah dan tandan kosong kelapa sawit) agar mempunyai nilai tambah, teknik pencacahan dan contoh alat pencacah sederhana (chopper) untuk limbah tersebut agar layak digunakan sebagai bahan baku kompos.

Teknik pembuatan MOL dari bahan-bahan organik sisa rumah tangga sebagai decomposer dalam pengomposan, serta teknik pembuatan kompos yang tepat, hingga kriteria kompos matang dan layak untuk diaplikasikan. Di samping itu, juga disampaikan tentang pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem agar tetap lestari untuk generasi selanjutnya, seperti melalui penerapan pertanian organik, dengan pembuatan kompos dan pengaplikasiannya ke tanaman.

Pada tahap ini digunakan alat berupa laptop, proyektor, dan pengeras suara sebagai pendukung dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Harapannya, ilmu dan informasi dapat tersampaikan dengan baik, menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sustainable agriculture, serta meningkatkan keterampilan kelompok tani dan warga dalam memanfaatkan limbah perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk organik berupa kompos.

 

Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) atau kelompok diskusi terarah

Kelompok diskusi terarah yang dilakukan oleh tim pengabdian ini adalah dalam rangka mengumpulkan data dan informasi yang terkait dengan suatu permasalahan yang dibahas. Sejalan dengan Ikhsan et al. (2021) bahwa dalam FGD, informasi didapat melalui pelaksanaan diskusi, saling berbagi dalam suatu forum yang dipandu oleh seorang moderator.

Pada kegiatan ini, kelompok tani dan masyarakat bebas untuk bertanya/berpendapat, menyampaikan gagasan ataupun permasalahan yang dihadapi guna didiskusikan untuk menemukan solusinya. Peserta FGD diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami tentang teknik pembuatan kompos yang tepat (efektif dan efisien). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dijawab secara detail oleh tim dengan bahasa yang mudah dipahami, sehingga petani dan warga dapat dengan mudah menyerap apa yang disampaikan.

 

Demonstrasi dan pendampingan pembuatan kompos dari limbah perkebunan kelapa sawit

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pengabdian karena berupa praktik dari tim tentang cara pembuatan kompos yang tepat, mulai dari penyiapan bahan baku (pencacahan pelepah dan TKKS), pembuatan larutan MOL, dan seterusnya hingga kompos didiamkan sampai siap pakai. Setelah demonstrasi dari tim, peserta dipersilahkan untuk mencoba dan mempraktikkan sendiri. Mereka dibimbing dan didampingi oleh tim pengabdian agar ketika ada kendala dapat langsung terselesaikan.

Adapun tahapan dalam pembuatan kompos menurut Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (2022), yaitu: (1) persiapan bahan: menyiapkan bahan yang akan dikomposkan seperti pelepah dan tandan kosong kelapa sawit yang sudah dicacah menjadi ukuran ± 5 cm; (2) perlakuan bahan: menambahkan dekomposer berupa EM4 atau MOL yang dapat mempercepat pengomposan, dengan cara menyiramkan secara merata pada tiap lapisan setebal ± 30 cm; (3) inkubasi: tumpukan bahan ditutup plastik terpal untuk menjaga kelembaban, kadar air, dan suhu selama proses pengomposan dan dibiarkan selama 4-6 minggu. Ciri-ciri kompos yang matang dan siap pakai adalah adanya perubahan warna menjadi coklat kehitaman, tekstur menjadi lunak dan tidak bau menyengat.

 

Monitoring, evaluasi, dan keberlanjutan program

Pendampingan, evaluasi, dan keberlanjutan program dilakukan selama 3 bulan pasca kegiatan dan selanjutnya diserahkan kepada mitra (KWT Tunas Jaya). Penugasan mahasiswa KKN adalah sebagai tim pelaksana teknis di lapangan yang bertahan dan menginap di lokasi pengabdian selama 40 hari. Selain itu, mahasiswa sangat berperan sebagai motor penggerak dan fasilitator dalam mengatasi masalah real yang terjadi di lapangan. Indikator keberhasilan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat ini dapat dilihat dari kemauan masyarakat untuk secara berkelanjutan mengolah limbah perkebunan kelapa sawit menjadi kompos dan mengaplikasikannya ke tanaman yang dibudidayakan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu bagian integral dan pilar dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang tidak dapat dipisahkan dari dua dharma yang lain, yakni pendidikan dan pengajaran serta penelitian. Kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pembuatan kompos dari limbah perkebunan kelapa sawit ini merupakan salah satu program utama dalam Program Kemitraan Masyarakat Terintegrasi dengan Kegiatan Mahasiswa (PKM-TKM).

Kegiatan mahasiswa yang dimaksud adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler Universitas Andalas (UNAND) Tahun 2024. Kuliah kerja nyata merupakan program pengabdian masyarakat sebagai bentuk aksi nyata mahasiswa terhadap suatu wilayah dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Melalui KKN ini, UNAND hadir di tengah-tengah masyarakat untuk dapat berkontribusi secara nyata, mahasiswa diharapkan dapat membantu pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah secara langsung khususnya di Nagari Sipangkur, Kecamatan Tiumang, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.

 

Penyuluhan dan diskusi terarah tentang pembuatan kompos dari limbah perkebunan kelapa sawit

Kegiatan ini diselenggarakan dengan mengundang para stakeholder yang ada di Nagari Sipangkur, yakni Wali Nagari, Sekretaris Nagari, Ketua BUMNag, Ketua Karang Taruna, Ketua Kelompok Tani, Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT), dll. Acara diawali dengan pembukaan oleh moderator yaitu Irfathil Mizan (salah satu mahasiswa KKN yang terlibat dalam program ini), dan dilanjutkan dengan sosialisasi dan penyuluhan oleh narasumber (Wulan Kumala Sari, S.P., M.P., Ph.D.) selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN UNAND Nagari Sipangkur dan sekaligus sebagai Ketua PKM-TKM.

Penyuluhan dengan tema pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan kompos meliputi beberapa materi seperti tentang dampak negatif yang ditimbulkan jika limbah ini tidak dikelola dengan baik dan potensinya sebagai penambah kesuburan tanah apabila dimanfaatkan sebagai pupuk organik (kompos), serta pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan dan ekosistem.

Melalui diseminasi ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petani dan masyarakat tentang manfaat, teknik pencacahan, dan cara membuat kompos dari limbah perkebunan kelapa sawit (pelepah dan tandan kosong kelapa sawit). Kegiatan penyuluhan tidak hanya dihadiri oleh petani, tetapi juga dihadiri oleh petugas penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Tiumang.

Dalam sambutannya, Kepala BPP Tiumang menyampaikan harapan agar dapat terjalin kerjasama yang berkelanjutan antara tim pengabdian UNAND, pemerintah Nagari, dan warga setempat, khususnya KWT yang menjadi target utama dalam program ini. Beliau juga berharap agar ilmu yang diperoleh dapat ditularkan ke warga lainnya yang belum berkesempatan hadir.

Tim pengabdian juga berharap agar ilmu dan informasi yang disampaikan dapat disebarluaskan melalui bantuan tenaga penyuluh kepada petani dan warga di Kenagarian lainnya. Semakin banyak pihak yang memperoleh informasi tentang pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit (pelepah dan TKKS) untuk dijadikan pupuk organik maka harapannya semakin meningkat pula kesadaran masyarakat untuk menerapkan sustainable agriculture dan mengendalikan pencemaran lingkungan sekitar sehingga dapat mengurangi volume limbah yang dihasilkan.

 

Pelatihan dan pendampingan pembuatan kompos dari limbah perkebunan kelapa sawit 

Setelah dilakukan diseminasi dan penyuluhan, maka dilanjutkan dengan kegiatan pelatihan dan pendampingan pembuatan kompos dari limbah perkebunan kelapa sawit, yang dalam hal ini menggunakan pelepah dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Sebagian besar peserta sangat tertarik dan antusias mengikuti kegiatan ini.  

Di sela-sela kegiatan, mereka menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat dalam menambah pengetahuan petani tentang pemanfaatan pelepah dan TKKS sebagai bahan utama dalam pembuatan pupuk organik, beberapa orang petani juga bertanya tentang manfaat spesifik dari kompos ini apabila diaplikasikan ke lahan perkebunan kelapa sawit mereka.

Rangkaian kegiatan pembuatan kompos dimulai dari proses pencacahan pelepah dan TKKS hingga mencapai ukuran 5-10 cm agar mudah dalam proses fermentasi pupuk organik. Selanjutnya, dilakukan pencampuran semua bahan berupa cacahan TKKS yang disebarkan di atas terpal sebanyak 10 kg, kemudian disiramkan EM4 sebanyak 100 ml secara merata, gula merah 250 g, dan air sekitar 2 liter.

Pada terpal lain, juga dilakukan hal yang sama, yang membedakannya adalah bahan baku kompos berupa pelepah kelapa sawit sebanyak 10 kg. Hasil pembuatan kompos dari pelepah dan TKKS ini dapat dikatakan berhasil karena sudah terpenuhinya kriteria pembuatan kompos untuk jangka waktu pendek (± 3 minggu) yakni munculnya bau khas fermentasi seperti bau tape. Namun, untuk mendapatkan kompos layak pakai dan matang sempurna seyogianya memerlukan waktu 2-3 bulan dengan kriteria bau tidak menyengat, warna pupuk kompos hitam, dan tekstur gembur seperti tanah.

Hal serupa juga telah dilakukan oleh Heriza et al. (2024) yaitu tentang pengolahan limbah sawit berupa TKKS menjadi pupuk organik dan pelepah kelapa sawit menjadi pakan ternak alternatif di Nagari Koto Nan Empat Dibawuh, Kecamatan IX Koto, Kabupaten Dharmasraya. Hasibuan et al. (2023) mengungkapkan bahwa penggunaan pupuk organik dari TKKS memiliki manfaat yang sangat signifikan dalam mendukung pertanian berkelanjutan, menjaga kesuburan tanah, dan meningkatkan hasil panen.

Selain itu, kelebihan penggunaan pupuk organik dari TKKS ialah mampu mengurangi limbah sawit, alat dan bahan yang dibutuhkan relatif sederhana, mampu menunjang pertumbuhan tanaman, menjaga kelembaban tanah, dan mengurangi penggunaan pupuk kimiawi (sintetis) yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Pupuk ini juga dinilai lebih tepat sasaran untuk dipergunakan pada tanaman perkarangan maupun tanaman perkebunan di sekitar tempat tinggal petani / masyarakat.

Beberapa kendala dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah pembuatan alat pencacah (chopper) yang masih belum sesuai harapan karena bahan yang digunakan berasal dari bahan bekas, seperti pisau bekas mesin potong rumput yang sudah tidak tajam. Selain itu, dalam hal takaran bahan untuk pembuatan kompos tidak presisi karena keterbatasan alat pengukur dan pencampur.

Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan juga sempat tertunda karena keterbatasan alat untuk penyampaian materi. Namun, tim pengabdian menganggap bahwa materi dan kegiatan pendampingan pembuatan kompos ini tersampaikan dengan baik kepada petani dan masyarakat karena penyampaian menggunakan bahasa dan istilah-istilah sederhana yang mudah dipahami walaupun peserta memiliki keterbatasan dalam hal latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang masih minim.

 

Monitoring dan evaluasi kegiatan 

Setelah dilakukan pelatihan dan pendampingan petani dalam pembuatan kompos, maka dilanjutkan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi. Salah satu metode dalam evaluasi ini adalah melalui diskusi dengan peserta pelatihan, kemudian diketahui bahwa kegiatan ini mampu menambah dan memperluas pengetahuan masyarakat dan petani dalam hal pemanfataan limbah perkebunan kelapa sawit berupa pelepah dan TKKS.

Keberhasilan kegiatan ini juga dapat dilihat dari antusiasme, minat, dan sebagian besar petani yang menyatakan ingin membuat kompos secara mandiri untuk kemudian diaplikasikan pada lahan kebun kelapa sawitnya masing-masing. Di samping itu, beberapa petani juga tertarik untuk mengaplikasikan pupuk organik tersebut pada lahan yang ditanami dengan komoditi lain, seperti sayuran, kacang-kacangan, jagung, cabai, dan lain sebagainya. Hal ini didukung oleh banyaknya pelepah dan limbah TKKS yang tersedia di sekitar lingkungan tempat tinggal petani dan cara pembuatan kompos ini yang relatif mudah dan sederhana.(***)

 

 

TAGAR: #

indeks berita Berita