Reporter :
Kategori :
Telusur
Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda)
Masih di lingkungan pesta, dandanan rambut perempuan menarik perhatian. Rambut mereka yang hitam diolesi minyak-minyak harum dan dihiasi dengan beragam perhiasan emas. Hiasan berupa bebungaan dan dedaunan cantik yang terbuat dari aneka logam mulia diselipkan di antara helai-helai rambut dan di belakang kuping. Hiasan ini disebut ‘boengo sanggoewe’ (bungo sanggul).
Di Dataran Tinggi Padang, hiasan rambut yang utama adalah ‘gabai-gabai’, ‘titie sanggoewe’ (kepingan emas yang dipasang di rambut) dan ‘tatah kondeh’, hiasan emas berbentuk tanduk, yang banyak dikenakan di daerah XII Koto. Di Rawas, yang menarik sekali adalah sisir emas berukiran halus. Sisir itu menahan agar rambut tetap tergelung rapi. Di pinggiran sisir itu, ada lubang-lubang kecil untuk tempat menusukkan peniti-peniti emas berbentuk bebungaan dan burung.
Perhiasan rambut yang istimewa adalah yang terdapat di daerah Lebong, mahkota berlapis emas dengan hiasan lancip-pancip. Di rambut diselipkan pula hiasan rambut yang berbentuk bulu, dibentuk dari manik-manik emas dan rumbai-rumbai wol berwarna merah. Di leher digantungkan (di dada atau di punggung), kalung yang dironce dari kepingan-kepingan emas atau perak.
Demikianlah, pada saat pesta, kaum perempuan memamerkan harta-kekayaan keluarga melalui perhiasan di tubuhnya. Di Soepajang, van Hasselt dan tim penjelajahan itu menghadiri pesta pernikahan. Selain ‘gabai-gabai’ dan ‘boengo sanggoewe’ di rambutnya, pengantin perempuan juga mengenakan ‘katajo’, kalung emas selebar 3 sentimeter. Sebuah kalung lain tergantung sampai ke dadanya, di atas baju yang terbuat dari sutra berwarna biru. Kalung itu berhiaskan motif lancip-lancip (‘tanti’) yang dilapisi emas pula. Sebuah gelang emas yang luar biasa besarnya melingkari pergelangan tangannya serta gelang-gelang berupa untaian manik-manik. Di jari manisnya, ia mengenakan cincin manis dan kelingking tangan kanan dihiasi dengan kuku emas yang disebut ‘koekoe ame’ atau ‘koekoe tjangai’. Di bahu kanan tersampir selendang sutra berwarna merah. Terkadang, selendang itu juga dibordir dengan benang emas atau dihiasi renda-renda benang emas. Di tangan kanan, pengantin perempuan itu memegang kotak sirih emas. Di pinggang, ia mengenakan sabuk yang dihiasi benang emas (‘tjawe parendo). Semacam pita merah yang lebarnya 3 desimeter dan berhiasan renda-renda berbenang emas diikatkan juga di pinggang dan dibiarkan tergantung di bagian perutnya.
Pengantin Rawas juga berpakaian sama cantik. Tambahan lagi, pengantin perempuan di Rawas menggunakan bedak di dahi dan pipi. Bedak itu berwarna coklat dan kuning. Seluruh tubuhnya pun diolesi bedak. Perhiasan kepala dan rambut sudah digambarkan sebelumnya. Ia tidak mengenakan baju. Sarung berwarna cerah yang dikenakannya diikatkan di atas dada. Seperti di Soepajang, pengantin perempuan Rawas mengenakan sabuk emas dan selendang berenda emas di pingangnya. Lengannya yang telanjang tertutup hampir sampai ke siku oleh gelang-gelang ringkih dari perak, sementara di lengan atas, ia mengenakan dua atau tiga gelang lengan lagi. Setiap jarinya bercincin.
Cuaca panas membuat penduduk setempat biasanya berusaha sesedikit mungkin menutupi tubuhnya. Pakaian yang minim dan sederhana juga memudahkan gerak pada waktu harus bekerja. Kaum perempuan terbiasa melilitkan selembar kain saja di bagian bawah tubuhnya. Hal itu juga dilakukan oleh kaum laki-laki. Dalam kehidupan sehari-hari dan tidak ada acara istimewa seperti pesta atau pertemuan dengan orang Belanda, mereka biasanya hanya mengenakan sarung di pinggang, penutup kepala dan terkadang selembar ‘kain basahan’ yang disampirkan di bahu.
Dalam hal pakaian, yang paling diperhatikan oleh kaum lelaki adalah penutup kepala, ‘deta’ (destar). Pada waktu bekerja, mereka mengenakan destar berarma putih atau biru tua. Pada orang Koeboe atau di daerah Lebong, destar itu dibuar dari kulit kayu. Untuk ke pesta atau bepergian ke pasar, mereka mengenakan destar yang dibuat dari bulu binatang atau katun hitam yang dihiasi dengan sulaman berbenang merah atau emas, ditambah dengan manik-manik. Bahan katun untuk destar itu sendiri berbentuk segi empat. Setelah diberi pengeras yang diramu dari air beras dan dijemur di matahari, kain itu kemudian dilipat dan dibentuk menjadi destar. Modelnya bermacam-macam. Setelah dilipat menjadi bentuk yang diinginkan, ujung-ujungnya diikatkan satu sama lain atau direkatkan dengan jarum. Destar hitam yang dihiasi dengan benang emas tidak diperkeras dengan air beras, melainkan dilipat-lipat begitu saja.
Dari sejak dahulu kala, para panghoeloe mengenakan ‘deta pandjang’ atau ‘deta bakatah’, yang pada dasarnya merupakan selembar kain hitam panjang berlipit-lipit khas. Tanpa dilipat, kain itu dililitkan di atas kepala seperti tulban. Seringkali, di bagian sampingnya, diberi hiasan cincin emas.
Walaupun aneka ragam model penutup kepala lelaki memiliki nama-nama tersendiri, namun model dan nama-nama itu tampaknya tidak dihubungkan dengan daerah-daerah tertentu. Di Rawas, Lebong dan Jambi hilir, penutup kepala laki-laki disebut ‘ikat-ikat’. Untuk ini, digunakan kain yang berwarna-warni. Untuk pesta, ikat-ikat itu acap berhiaskan benang emas. Tanpa diperkeras, ikat-ikat itu dilipat dengan cara yang tidak serumit ikatan/lipatan penutup kepala di antara orang Melayu Minangkabau. Ikat-ikat yang jauh lebih sederhana itu menjadi menarik karena biasanya setiap hari, pemakainya menyelipkan sekuntum bunga di lipatan penutup kepalanya. Bunga ‘seloepat’ yang putih tampak sangat menarik diselipkan di lipatan ikat-ikat.
*Pustaka Acuan: Van Hasselt. ‘Volksbeschrijving en Taal,’ dalam Midden-Sumatra: Reizen en Onderzoekingen der Sumatra-Expeditie, 1877-1879 (Prof PJ Veth, ed). Leiden: EJ Brill. 1882
Tag : #Telusur #Ekpedisi Sumatra Tengah 1877 #Naskah Klasik Belanda
Ekspedisi Sumatra Tengah 1877 Hilangnya Si Anak SulungOleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Di antara Soepajang dan Siroekam ada dataran tinggi yang luas. Beberapa pohon koebang yang bagus tumbuh |
Perspektif Demokrasi Ternyata Bisa Mati, Juga di Amerika SerikatOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Sebagai seorang politisi sekaligus gubernur yang memiliki gelar doktor ilmu politik Anies Baswedan tidak aneh kalau memiliki |
Tipikor Cerita Kasus Korupsi Baju Linmas, Tiga Tersangka Kembalikan Kerugian NegaraKajanglako.com, Merangin - Kasus korupsi baju Linmas Satpol PP Merangin sudah masuk tahap persidangan, Rabu (13/01) lalu sidang perdana di pengadilan Tipikor |
Pandemi Covid-19 Hasil Evaluasi, Dinas Pendidikan Sarolangun Tetap Lakukan Sekolah Tatap MukaKajanglako.com, Sarolangun – Dinilai tidak menemui kendala, proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau sekolah Tatap Muka di masa Pendemi Covid-19 |
Senin, 18 Januari 2021 19:50
WIB Tahun 2020, 406 Perempuan Merangin MenjandaKajanglako.com, Merangin - Angka perceraian di Kabupaten Merangin tinggi. 2020 lalu tercatat ada 479 perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama |
Rabu, 06 Januari 2021 12:40
WIB
Bupati Masnah Hadiri Penyerahan Sertifikat Tanah Secara Simbolis |
Rabu, 06 Januari 2021 12:36
WIB
Wabup BBS Resmikan Mobil Esemka MU-COE Karya Siswa SMK |
Rabu, 23 September 2020 16:31
WIB
Strategi Menyusun Rencana Keuangan Hasil Pinjaman Online |
Kamis, 11 Juni 2020 11:33
WIB
70 Persen Kebutuhan Ikan di Merangin Dipasok dari Luar |
Natal dan Refleksi Keagamaan Jumat, 28 Desember 2018 07:09 WIB Berbagi Kasih Antar Sesama Suku Anak Dalam |
Festival Budaya Bioskop Jumat, 16 November 2018 06:20 WIB Bentuk Museum Bioskop, Tempoa Art Digandeng Institut Kesenian Jakarta |
PT : Media Sinergi Samudra
Alamat Perusahaan : Jl. Barau barau RT 25 Kel. Pakuan Baru, Kec. Jambi Selatan – Jambi
Alamat Kantor Redaksi : Jl. Kayu Manis, Perum Bahari I, No.C-05 Simpang IV Sipin Telanaipura Kota Jambi (36122)
Kontak Kami : 0822 4295 1185
www.kajanglako.com
All rights reserved.