Senin, 22 Februari 2021 16:29
WIB
Reporter :
Kategori :
Perspektif
ilustrasi. Pilkada di Tengah Pandemi Korona
Oleh: Andy Arnolly *)
Pemerintah tak bergeming. Anjuran berbagai elemen masyarakat, baik individu atau organisasi tak digubris. Pilkada Serentak, 9 Desember 2020 tetap akan dihelat. Kekhawatiran terbesar bahwa Pilkada Serentak 2020 berpotensi besar menjadi klaster penyebaran Covid-19 tak digubris pemerintah. Alasan yang digebah seperti penetapan protokol kesehatan yang ketat, tidak adanya kampanye terbuka dengan massa besar atau pengaturan keramaian seperti konser atau hiburan rakyat berprotokol Covid-19 untuk kepentingan Pilkada sama sekali tidak punya raison d’ etre yang kuat.
Sejak awal, memaksakan agenda Pilkada Serentak 9 Desember 2020 saat pandemi belum mereda bahkan saat gelombang pertama Covid-19 belum positif disimpulkan terlewati oleh otoritas pemerintah lebih dipenuhi kepentingan politik praktis. KPU sebagai penyelenggara tak bisa menunjukkan independensi secara penuh karena toh tetap harus mengikuti kehendak pemerintah. Alasan tetap dihelatnya Pilkada Serentak 2020 untuk menciptakan efek ekonomi di tengah tekanan pandemi terasa lemah dan dipaksakan. Belanja ekonomi Pilkada Serentak 2020, tak akan memberikan efek instan yang diharapkan karena adanya perubahan metode kampanye para pasangan calon kepala daerah. Sederhananya, pandemi justru membuat pasangan calon akan lebih berhitung dengan kalkulasi modal yang ada seiring jelang hari pencoblosan. Susah untuk menampik dugaan bahwa puncak “transaksi ekonomi” justru akan terjadi jelang konstituen menjalankan hak pilihnya. Jargon politik transaksional tak ada adalah halusinasi paling telanjang dan absurd.
Baca Juga
Timbul pertanyaan, rezim yang konon berangkat dari populisme ini sebenarnya sedang memperjuangkan aspirasi ‘populi’ sebagai pemilik mandat dalam sistem demokrasi ideal atau menjalankan aspirasi oligarki yang hanya sejenak bersalin rupa jelang kekuasaan direngkuh via Pemilu 2014 dan 2019? Ada banyak fakta, data dan peristiwa yang menunjukkan bahwa memaksakan Pilkada Serentak 2020 tetap berlangsung adalah kontradiktif dengan segala asumsi, prediksi dan regulasi yang dibuat pemerintah.
Antara Humanisme dan Demokrasi Prosedural
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo senantiasa menyatakan bahwa kesehatan adalah yang paling utama. Ajakan untuk berperilaku hidup sesuai prosedur pencegahan Covid-19 didengungkan oleh beliau dan diamplikasi oleh segenap jajaran pemerintah melalui berbagai media dan program. Kalau anda melayangkan pandang sejenak di kantor-kantor instansi pemerintah atau di jalan-jalan protokol, mudah untuk menemui gambar Presiden Jokowi sedang mengenakan masker. Pertanyaannya, ajakan untuk berperilaku hidup sehat tersebut bersifat parsial atau kolektif. Tergantung momen, kepentingan atau murni soal kesehatan? Tidak diizinkannya Liga 1 Shopee dan Liga 2 PSSI dilanjutkan. Terbaru adalah himbauan agar buruh tak melakukan demontrasi terkait disahkannya Undang-Undang Sapu Jagat Cipta Lapangan Kerja adalah bukti penegakan larangan berkerumun. Lalu mengapa Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan? Padahal potensi berkerumun sudah terbaca karena ada konsentrasi orang pada titik tertentu mulai dari TPS, Posko tim pemenangan sampai KPU dan KPUD. Contradictio in Terminis!
Konvensi Universal Declaration of Human Rights atau Hak Azasi Manusia (HAM) yang telah diratifikasi Indonesia, pada Pasal 25 menyatakan bahwa setiap orang berhak hak untuk hidup sehat dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Pandemi Covid-19 di satu sisi, dengan segala kelemahan yang terus diperbaiki menunjukkan negara telah hadir dan membuktikan komitmen penegakan HAM di bidang kesehatan. Seharusnya pemerintah konsisten dengan kehadiran tersebut termasuk dengan memastikan tidak menjadi bagian dari pencipta klaster penyebaran Covid-19 melalui Pilkada Serentak 2020.
Pilkada serentak sebagai tahapan prosedural sejatinya juga merupakan aktualisasi dari pengakuan HAM terhadap aktivitas politik warga negara dan hak berserikat. Persoalannya adalah memilah antara keduanya yang paling sedikit mudharatnya adalah esensi substansial dari praktek humanisme. Menunda Pilkada serentak tak akan membuat roda pemerintahan berhenti berputar atau negara menjadi kolaps. Bandingkan jika pandemi ini justru semakin membesar karena adanya klaster-klaster baru sementara tenaga kesehatan dan sarana prasarana pendukung relatif tak bertambah, vaksin belum ditemukan dan kesadaran kolektif adaptasi kehidupan baru belum terinternalisasi secara individu maupun kelembagaan. Sikap keras kepala rezim ini berpeluang menjadi catatan hitam dalam praktek pengelolaan negara pasca runtuhnya rezim Orde Baru.
Pukulan yang sangat perlu disikapi justru adalah Pilkada Serentak 2020 justru akan semakin memukul perekonomian lokal dan nasional apabila semua skenario ideal pemerintah tak berjalan. Terlalu banyak variabel dan indikator yang tidak bisa dikontrol melalui mekanisme relasi kuasa pemerintah-masyarakat di tengah semakin sesaknya himpitan perekonomian.
Menunda Pilkada Serentak Sebagai ‘Fait accompli’
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Pasal 201A Ayat 3 menyatakan, “dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A”. Penjelasan mengenai Pasal 201A Ayat 3 berbunyi, “Pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) belum berakhir”.
Realitanya, sampai saat ini pandemi belum berakhir bahkan pertanggal hari ini, 8 Oktober 2020 mencapai rekor harian penambahan positif Covid-19 sebanyak 4.850 kasus (https://nasional.kompas.com/read/2020/10/08/15423991/4850-kasus-baru-covid-19-indonesia-kembali-catat-rekor-penambahan-tertinggi). Tak ada jaminan jelang 9 Desember 2020, pandemi akan berakhir. Tak ada solusi yang bisa ditawarkan untuk memastikan Pilkada Serentak tetap sesuai jadwal tanpa mengakibatkan lonjakan penambahan kasus terpapar Covid-19 akibat kerumunan terencana yang tercipta di 270 daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.
Menunda Pilkada serentak 2020 bukanlah sebuah tindakan kontradiksi di tengah pandemi yang belum mereda ini. Menunda Pilkada Serentak 2020 justru merupakan sebuah tindakan ‘Fait accompli’. Sebuah tindakan yang terpaksa diambil dan terpaksa diterima karena ketiadaan syarat-syarat ideal dan normatif untuk dilaksanakannya sebuah kebijakan administrasi negara. Rezim ini, tepatnya Presiden Joko Widodo mungkin perlu mengulas-balik jalan panjangnya menuju kursi kepresidenan RI selama 2 periode. Beliau terpilih karena aspek populisme yang menawarkan kebaruan meskipun semakin ke sini, harus diakui kebaruan tersebut bukanlah pembaharuan yang menyeluruh. Pemilihnya kebanyakan adalah orang-orang yang mendiami ceruk dalam dan lebar dalam bangun sosial ekonomi bangsa ini. Saat ini yang paling rentan dihantam pandemi adalah mereka yang dulu mungkin menjadi bagian besar dari pemilih setianya.
Saya tidak akan serta merta ikut-ikutan mengiyakan tesis Ben Bland dalam bukunya “Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia”. Bangun politik Indonesia telah lamamenjadi labirin yang penuh silang kepentingan dan kebisingan. Tak ada seorang pun yang sanggup membenahi kerusakan masif yang disebabkan laku oligarki warisan Orde Baru yang bibit dan akarnya masih kuat tertancap tanpa melakukan negosiasi dan reposisi. Sejujurnya, rezim ini adalah contoh kesekian dari jebakan populisme di negara-negara demokrasi.
Toh, bukan berarti pengharapan harus diakhiri. Setidaknya pikiran dan kepedulian harus tetap ditulis dan disuarakan agar proses demokrasi prosedural seperti Pilkada Serentak 2020 tidak mengalahkan laku dan nurani kemanusiaan kita.
*) Penulis adalah Kerani Rendahan di Bappeda Kab. Bungo. Tulisan merupakan opini pribadi. Tidak mewakili institusi apapun.
Tag : #Perspektif #Covid-19 #Pilkada Serentak 2020 #Kesehatan #Ekonomi
Perspektif Jokowi dan Anies BaswedanOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Mungkin ada banyak perbedaan antara keduanya. Gaya bicaranya, blusukannya, taktik melobinya, politik identitasnya dan |
Perspektif Ada Yang Membusuk dalam Darah di Tubuh KitaOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Mungkin di tubuh saya dan sebagian dari kita sudah ada virus covid-19, tetapi tidak ada gejala yang tampak dari luar. Kita |
Sejarah Jambi Walter M GibsonOleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Dalam rangka menyiapkan tulisan untuk rubrik ‘Telusur Jambi,’ saya teringat pada satu tas |
Hari Sampah Peringati Hari Sampah Lewat Program Sepuluh Jari MenganyamJAMBI--Memperingati hari sampah yang jatuh setiap 21 Februari, masyarakat Jambi diajak untuk lebih peduli lingkungan. Mulai dari diri sendiri. Mulai dari |
Sengketa Rumah Ibadah Sengketa Rumah Ibadah dan Kearifan Budaya Lokal JambiOleh: Juparno Hatta* Di mata dunia internasional, Indonesia dikenal dengan nilai toleransi yang tinggi di tengah-tengah kemajemukan sebagai sebuah kesemestian. |
Senin, 22 Februari 2021 16:29
WIB
Rabu, 10 Februari 2021 13:23
WIB
Sabtu, 30 Januari 2021 04:42
WIB
Selasa, 19 Januari 2021 10:08
WIB
Minggu, 10 Januari 2021 11:04
WIB
Jumat, 29 Januari 2021 09:03
WIB
Makin Nyaman Antar Paket, IDexpress Kenalkan Gerai Ekspedisi Terbaik Untuk Warga Jambi |
Kamis, 21 Januari 2021 17:50
WIB
Di Paripurna DPRD, Gubernur Fachrori Umar Pamit dari Jabatan Gubernur |
Kamis, 11 Juni 2020 11:33
WIB
70 Persen Kebutuhan Ikan di Merangin Dipasok dari Luar |
Sabtu, 07 Maret 2020 04:39
WIB
Polemik Pagar Seng PT EBN vs Pedagang BJ Dikonfrontir di Meja Hijau DPRD |
Natal dan Refleksi Keagamaan Jumat, 28 Desember 2018 07:09 WIB Berbagi Kasih Antar Sesama Suku Anak Dalam |
Festival Budaya Bioskop Jumat, 16 November 2018 06:20 WIB Bentuk Museum Bioskop, Tempoa Art Digandeng Institut Kesenian Jakarta |
PT : Media Sinergi Samudra
Alamat Perusahaan : Jl. Barau barau RT 25 Kel. Pakuan Baru, Kec. Jambi Selatan – Jambi
Alamat Kantor Redaksi : Jl. Kayu Manis, Perum Bahari I, No.C-05 Simpang IV Sipin Telanaipura Kota Jambi (36122)
Kontak Kami : 0822 4295 1185
www.kajanglako.com
All rights reserved.