Reporter :
Kategori :
Telusur
Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda)
Bukan hanya Sterck saja yang membuat Soury pusing tujuh keliling. Pedagang Pembantu-nya (onderkoopman) juga banyak ulah. Pedagang Pembantu itu bernama Jan Meynertsz. Kepada Sultan Muda, Meynertsz mengaku-aku bahwa semua kapal yang datang ke Jambi merupakan milik ayahnya sendiri dan semua barang di atas kapal-kapal itu merupakan barang milik dirinya dan Sterck. Lebih parah lagi, ia berjanji akan memberikan senjata api bila Sultan Muda bersedia memberikan salah seorang isteri sultan itu untuk dirinya sendiri!
Tentu saja, dengan susah-payah, Soury harus meyakinkan Sultan bahwa cerita-cerita Meynertsz hanyalan isapan jempol belaka. Namun demikian, Sultan bersikeras untuk tetap mendapatkan senjata api yang sudah dijanjikan kepadanya. Sudah jelas pula bahwa Soury tidak akan melakukan itu. Ia berhasil membujuk Sultan untuk menerima pemberian lain, yaitu alat kemudi salah sebuah kapal VOC sebagai pengganti senjata api dan perempuan yang diminta oleh Meynertsz dikembalikan pula kepada Sultan. Dengan cara itu, permasalahan itu dapat diselesaikannya. Pedagang Pembantu itu bernasib sama dengan Sterck. Ia dipecat oleh Soury. Sebagai penggantinya, Soury mengangkat Samuel Gruwel, asisten di kapal Aeolus sebagai Pedagang Pembantu dengan gaji ƒ 50,- per bulan. Setelah menyelesaikan masalah-masalah ‘kepegawaian’ VOC di Jambi, barulah Soury dapat memulai tugas yang juga diembannya, yaitu mempelajari masyarakat dan budaya setempat.
Dalam catatan-catatan awal Belanda, Batang Hari seringkali disebut dengan istilah Sungai Djambi. Di kemudian hari, Belanda menyebutnya dengan nama yang benar, sesuai yang digunakan penduduk setempat, Batang Hari. Kota Djambi yang terletak sangat rendah seringkali dibanjiri sungai pada waktu musim hujan. Karena itulah, lada tidak dapat ditanam di daerah ini. Lada yang dibeli di Djambi dibawa dari daerah pedalaman oleh penduduk Minangkabau yang tinggal di pegunungan. Orang-orang Minangkabau itu tidak berada di bawah kekuasaan sultan-sultan Djambi. Kesultanan Djambi itu sendiri memiliki dua orang sultan, ayah dan putranya.
Sultan yang pertama, Sultan Tua (Panembahan Kota Baroe) dan sultan yang kedua, Sultan Muda (Pangeran Keda atau Pangeran Gedeh—yang kemudian menjadi Sultan Abdoel Kahar) memerintah bersama-sama. Kesultanan Djambi tidak dibagi dua oleh kedua sultan itu. Kedua Sultan itu seringkali berbeda pendapat dan bertikai. Terkadang, keduanya bahkan saling mendiamkan selama dua atau tiga bulan.
Soury tidak mencatat dari mana saja sumber pemasukan kedua sultan itu. Ia hanya menyampaikan bahwa ia harus membayar 10% bea ekspor kepada mereka. Sebagian besar uang bea ekspor itu—yang ditarik dari pedagang-pedagang Belanda, Inggris dan Cina, menjadi bagian untuk Sultan Tua. Bea ekspor yang jumlahnya lebih kecil dan ditarik dari pedagang-pedagang Jawa, Melayu dan pedagang lainnya. Pemasukan dari bea ini diperuntukkan bagi Sultan Muda. Ketimpangan pemasukan ini, yang dianggap tidak adil oleh Sultan Muda, merupakan salah satu isu pertikaian kedua sultan itu.
Soury juga tidak menggambarkan seberapa luasnya kesultanan itu. Ia hanya mencatat bahwa gugusan pulau-pulau Berhala termasuk ke dalam wilayah Jambi dan daerah yang ditinggali oleh orang Minangkabau tidak termasuk ke dalamnya. Dalam laporannya untuk Gubernur Jaspar Jansen, Soury menulis: “Poulor Erello, yang juga disebut Poulou Berhalla, terdapat di dalam wilayah sultan ini. Pulau itu tidak berpenghuni dan penuh dengan pepohonan. Pulau itu berpasir dan berair tawar. Sekelilingnya tidak lebih dari satu mil dan berjarak sekitar 5 atau 6 mil dari Kualanior, yang konon merupakan tempat yang cukup baik. Kedalaman sungai itu tidak dapat/tidak berhasil diukur ...”.
Di kemudian hari, pada tahun 1643, adiknya, yaitu Pieter Soury, datang ke Djambi sebagai Komisaris VOC untuk membuat kontrak dengan Sultan. Artikel pertama di dalam kontrak itu berbunyi sebagai berikut: “Semua (orang) yang datang berdagang ke Jambi, seperti orang Siam, Cina, Makassar, Borneo, Jawa atau orang negeri lainnya, dengan atau tanpa ‘pas’ (kartu izin) tidak boleh dilarang (berusaha) oleh Belanda, bila mereka berada di perairan Eijer Hintean (Ajer Itam)—di sebelah timur dan di sebelah barat-laut Jambij, sampai ke sungai Tongkal.” Pun, dalam catatan harianSoury tertulis: “ ... dan pelayaran di dalam (wilayah) Poulo Verelle (baca: Berhala), sejak dulu diperuntukkan bagi kapal-kapal Yang Mulia”. Dari kedua kutipan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa di pesisir, wilayah Jambi terbentang dari sungai Ajer Itam sampai ke sungai Toengkal.
Seberapa besar capaian kekuasaan Sultan di pedaman tidak dapat ditentukan. Kemungkinan besar Toengkal dan Moeara Tembesi tercakup di dalam wilayah Djambi; juga Koeamang, ‘Tensgouw’ (?) dan ‘Cotte’. (catatan FA: berdasarkan tulisan tangan Soury, ada tempat yang sepertinya tertulis bernama ‘Tensgouw’, tetapi ia sendiri tidak yakin kebenaran penulisannya sehingga menaruh tanda tanya di belakang nama tempat itu. Menurut Wellan, ‘Cotte’ kemungkinan besar merupakan ‘XII Kota’). Daerah-daerah di atas dianggap tercakup ke dalam wilayah Jambi karena penduduknya memberikan upeti kepada Sultan Jambi. Juga termasuk di dalam wilayahnya adalah Djoedjoehan, yang pada tahun 1640, berusaha memisahkan diri dari Jambi.
Dalam pandangan Soury, walaupun wilayah yang dicakup cukup luas, namun kekuasaan Sultan tidak terlalu berarti. Namun demikian, yurisprudensi atau penyelesaian pertikaian di antara penduduk pribumi dan semua orang asing di wilayah-wilayah itu, berada di tangan Sultan. Yang lebih berkuasa—lagi-lagi menurut Soury—adalah Orang Kaya. Karena itu, ia menyarankan untuk mendekati dan membina hubungan dengan tokoh ini.
Soury juga tidak mencatat apa saja hak yang dimiliki oleh Sultan dan pembesar kesultanan. Juga yang lalai diungkapkannya adalah sumber pemasukan lainnya selain bea yang ditarik dari perdagangan. Di dalam kontrak tertanggal 6 Juli 1643, artikel 13, tertulis bahwa sesuai dengan adat orang Palembang, sultan mendapatkan tunjangan dari sungai-sungai kecil di hulu. Daerah aliran sungai-sungai itu hanya dapat dilayari dengan izinnya. Dan, izin itu hanya diberikan setelah membayar sejumlah uang. Untuk Belanda, ini berarti bahwa semakin lama mereka tinggal di wilayah Sultan dan semakin banyak mereka berlayar ke daerah pedalaman (melewati sungai-sungai tadi) maka semakin besar pula pendapatan sultan.
Soury mencatat pula bahwa orang-orang disebut ‘Orang Kaya’ memiliki nama yang tidak sesuai dengan kenyataan karena pada umumnya, mereka dianggapnya sebagai kaum bangsawan yang miskin.
*Pustaka Acuan: JWJ Wellan (ed), Abraham Sterck and Andries Sourij. “Onze Eerste Vestiging in Djambi. Naar Oorspronkelijke Stukken,” dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. Deel 82 (1926), pp. 339-383.
Rabu, 03 Maret 2021 08:25
WIB Diduga Disunat, Dewan Pertanyakan Setoran Retribusi Terminal MuarabulianKajanglako.com, Batanghari - Uang setoran retribusi Terminal Muarabulian diduga disunat. Hal ini diungkapkan Anggota DPRD Kabupaten Batanghari. Menurut |
Selasa, 02 Maret 2021 21:31
WIB Bahas Honorer Nonkategori, DPRD Merangin Panggil Diknas dan BKDKajanglako.com, Merangin - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merangin hearing dengan Dinas Pendidikan Kebudayaan dan BKPSDM Merangin, |
Perspektif Jokowi dan Anies BaswedanOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Mungkin ada banyak perbedaan antara keduanya. Gaya bicaranya, blusukannya, taktik melobinya, politik identitasnya dan |
Perspektif Ada Yang Membusuk dalam Darah di Tubuh KitaOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Mungkin di tubuh saya dan sebagian dari kita sudah ada virus covid-19, tetapi tidak ada gejala yang tampak dari luar. Kita |
Sejarah Jambi Walter M GibsonOleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) Dalam rangka menyiapkan tulisan untuk rubrik ‘Telusur Jambi,’ saya teringat pada satu tas |
Jumat, 29 Januari 2021 09:03
WIB
Makin Nyaman Antar Paket, IDexpress Kenalkan Gerai Ekspedisi Terbaik Untuk Warga Jambi |
Kamis, 21 Januari 2021 17:50
WIB
Di Paripurna DPRD, Gubernur Fachrori Umar Pamit dari Jabatan Gubernur |
Kamis, 11 Juni 2020 11:33
WIB
70 Persen Kebutuhan Ikan di Merangin Dipasok dari Luar |
Sabtu, 07 Maret 2020 04:39
WIB
Polemik Pagar Seng PT EBN vs Pedagang BJ Dikonfrontir di Meja Hijau DPRD |
Natal dan Refleksi Keagamaan Jumat, 28 Desember 2018 07:09 WIB Berbagi Kasih Antar Sesama Suku Anak Dalam |
Festival Budaya Bioskop Jumat, 16 November 2018 06:20 WIB Bentuk Museum Bioskop, Tempoa Art Digandeng Institut Kesenian Jakarta |
PT : Media Sinergi Samudra
Alamat Perusahaan : Jl. Barau barau RT 25 Kel. Pakuan Baru, Kec. Jambi Selatan – Jambi
Alamat Kantor Redaksi : Jl. Kayu Manis, Perum Bahari I, No.C-05 Simpang IV Sipin Telanaipura Kota Jambi (36122)
Kontak Kami : 0822 4295 1185
www.kajanglako.com
All rights reserved.