Jumat, 21 Mei 2021 11:54
WIB
Ilustrasi. Kabut dan kesehatan anak. Sumber: kastara.id
Oleh: Zubaidah*
Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda di Jambi memang telah kita lewati belum lama ini. Namun ingatan kita terhadap anak-anak korban asap yang sekarat, jangan mudah hilang oleh janji politik pemerintah yang semakin tak menentu.
Bulan Oktober 2015 silam, Saat Indeks Standar Pencemaran Udara di Jambi dalam status berbahaya dan tidak sehat. Seorang Ibu bernama Rhia membagikan kabar duka di laman Facebooknya.
Baca Juga
Kabut Asap Makin Pekat, Sekolah di Merangin Kembali Diliburkan
Breaking News! Kabut Asap Kategori Berbahaya, Pemkot Jambi Pulangkan Siswa
Kunker Gubernur ke Tanjabtim, Tinjau 1.332 Penderita ISPA Akibat Kabut Asap
“Cukup anak hamba ya Allah yng jadi korban akibat asap yang tidak kunjung berhenti, jangan lagi ada korban lain, sesak nafas, batuk, pilek akibat kabut asap dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”
Demikian tulis Rhia. Foto-foto Rhia dan bayinya yang meninggal langsung beredar secara viral dan mengundang banyak simpati dari para netizen.
Empat tahun berselang setelah asap beracun merenggut nyawa Nabila. September 2019, Asap kembali terjadi di Provinsi Jambi. Fikri, Bocah Umur 8 tahun mengalami demam panas, kedua matanya lengket dan mengeluarkan air mata bercampur darah akibat terpapar asap dirumahnya yang berada dititik panas paling parah di Desa Talang Babat Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Kepada Liputan6, Sari Apriani, Ibu Fikri menceritakan hasil diagnosis Dokter mengatakan bahwa anak pertamanya itu mengalami Kojungtivitas atau infeksi pada bagian kornea mata karena terpapar asap. Fikri dilarikan ke rumah sakit di Jambi dan mendapatkan perawatan intensif,
Menjelang hari keenam dirawat, kondisi Fikri mulai membaik. Tapi, adiknya Aisyah yang berumur 5 tahun kemudian menyusul dirawat diruang yang sama karena mengalami iritasi mata disertai dengan diare karena terkontaminasi dengan makanan dan minuman yang sudah bercampur asap di rumahnya.
Kakak beradik, Fikri dan Aisyah, sebenarnya cukup beruntung, karena dengan cepat orangtua mereka mampu mengakses layanan kesehatan yang mumpuni. Bahkan paska ramai diberitakan media massa, beberapa pejabat pemerintah menjeguk Fikri untuk memberikan dukungan.
Bisakah kita bayangkan, bagaimana nasib anak-anak disekap asap yang tinggal di pelosok Desa, jauh dari akses layanan kesehatan? Khususnya anak-anak yang lahir dari keluarga Masyarakat adat?
Pemerintah yang lalai
Berdasarkan hasil investigasi Beranda Perempuan yang tergabung dalam Posko Jambi Darurat Asap, Ratusan anak-anak suku batin 9 mengalami batuk, pilek dan Infeksi mata. Di Dusun Pangkalan Ranjau dan Desa-desa sekitarnya di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi.
Berbulan-bulan anak suku anak dalam batin 9 ini mengalami sakit tanpa asupan obat tradisional yang biasa mereka pungut dan ramu dari hutan. Pasalnya, hutan dan kebun mereka yang berdekatan dengan konsesi perusahaan turut musnah terbakar.
Jangankan layanan kesehatan gratis, selembar masker pun tidak pernah singgah di Desa mereka. Sementara itu, Suku Anak Dalam Batin 9 harus menempuh jarak 20 Km jika ingin mendapatkan akses layanan Puskesmas yang berada di Kecamatan Sungai Bahar.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan Janji Seorang Pejabat Pemerintah ketika menerima dialog ratusan massa aksi di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jambi yang bertepatan dengan Peringatan Hari Tani, 24 September 2019.
“Saya sudah instruksikan semua jajaran pemerintah sampai ke tingkat Kabupaten, untuk membuka layanan posko di Desa-desa dan itu gratis bagi korban asap!” Kalimat tersebut keluar dari mulut seorang pejabat pemerintah saat massa aksi yang diinisiasi oleh WALHI menuntut layanan kesehatan gratis bagi korban asap.
Faktanya di lapangan, terlalu banyak anak-anak yang menjadi korban tanpa sedikit pun uluran tangan dari pemerintah. Meski Dinas Kesehatan Provinsi Jambi merilis penderita Infeksi Saluran pencernaan Pernapasan (ISPA) telah mencapai 63.554 orang. Paling banyak meyerang anak-anak dan Balitayang tinggal di kabupaten Tanjabtim dan Kabupaten Muaro Jambi.
Tuntutan warga untuk mendapatkan akses layanan kesehatan gratis justru harus berhadapan dengan kepentingan-kepentingan politik yang jauh dari kepentingan kemanusiaan, sikap pemerintah terkesan saling tunjuk tanggungjawab korban di pundak siapa.
Padahal rumah warga atau fasilitas publik di Desa-desa dapat dibuka sebagai rumah oksigen dilengkapi dengan tenaga medis yang bisa diakses gratis-sebuah fasilitas sederhana yang dalam sekejap dapat direalisasikan oleh para elit politik yang memiliki kuasa hingga ke level desa.
Inilah saat kita benar-benar kehilangan rasa kemanusiaan dari benak para elit politik. Warga dan Anak-anak yang paru-parunya terlanjur bersarang racun asap butuh orang-orang politik yang sanggup melayani korban sepenuh hati bukan karena disuruh atasannya.
Memerlukan pejabat politik yang tidak mudah tunduk pada kepentingan korporasi yang selama ini menjadi peyulut api kebakaran hutan dan lahan. Sebab, masalah Karhutla berakar dari rapuhnya legitimasi negara untuk mengatur entitas korporasi yang puluhan tahun menguasai dan memperlakukan lahan dan hutan sesukanya tanpa kewajiban atas perjuangan nilai-nilai kemanusiaan.
Jika tidak, api serupa obor raksasa akan terus menyala dan akan menjadi penyakit tahunan. Maka bersiaplah, seperti air kemasan yang tiap bulan harus kita beli. Kita juga harus mengeluarkan biaya untuk membeli sebotol oksigen untuk membantu anak-anak kita bernafas dan hidup.
*Penulis adalah Direktur Beranda Perempuan dan Juru Bicara Save Our Sister’s
Tag : #Kabut Asap #Jambi #Korporasi #Karhutla
Perspektif "Indonesia Out of Exile": Politik dan Puitik MigrasiOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Judul lengkapnya "Indonesia Out of Exile: How Pramoedya's Buru Quartet Killed a Dictatorship", sebuah buku baru diterbitkan |
Pameran Koleksi Etnografi Jalan Pulang Ke Akar Kebudayaan: Catatan Atas Pameran Koleksi Etnografi Museum SiginjeiOleh: Jumardi Putra* Siang itu langit kota Jambi berawan cerah. Saya bergegas mengendarai motor dari Jalan Jenderal Ahmad Yani menuju Museum Siginjei di |
Sosok dan Pemikiran Ignas KledenOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Dalam sebuah percakapan dengan Salman Rushdie, mungkin menjadi wawancara terakhir sebelum wafat karena penyakit leukemia yang |
Rabu, 20 September 2023 10:37
WIB Gelar Kampus Rakyat Terpilih Guna Cegah Radikalisme, BNPT RI-FKPT Gandeng Anak Muda JambiKajanglako.com, Jambi - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)RI bekerjasama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jambi menggelar |
Catatan Perjalanan Dari Kota Tua Ke Pusara Sitti NurbayaOleh: Jumardi Putra* Berkunjung ke kota Padang tidak lengkap rasanya jika tidak menginjakkan kaki di Kota Tua atau kerap disebut Padang Lama oleh warga |
Jumat, 21 Mei 2021 11:54
WIB
Minggu, 25 April 2021 22:06
WIB
Selasa, 20 April 2021 16:20
WIB
Kamis, 08 April 2021 13:58
WIB
Minggu, 28 Maret 2021 03:34
WIB
Kamis, 19 Mei 2022 01:12
WIB
Pelepasan Bupati dan Wakil Bupati Sarolangun, Wabup Dianugerahi Gelar Adat |
Senin, 16 Mei 2022 17:14
WIB
Hadiri Kongres Dunia ICLEI 2021-2022 di Malmo, Walikota Jambi Satu-satunya Perwakilan Indonesia |
Senin, 23 Mei 2022 21:06
WIB
Grand Opening Buy Coffee Diresmikan Gubernur Jambi Al Haris |
Senin, 28 Maret 2022 16:27
WIB
7 Hal Penting yang Wajib Dilakukan Ketika Bisnis Sepi |
Natal dan Refleksi Keagamaan Jumat, 28 Desember 2018 07:09 WIB Berbagi Kasih Antar Sesama Suku Anak Dalam |
Festival Budaya Bioskop Jumat, 16 November 2018 06:20 WIB Bentuk Museum Bioskop, Tempoa Art Digandeng Institut Kesenian Jakarta |
PT : Media Sinergi Samudra
Alamat Perusahaan : Jl. Barau barau RT 25 Kel. Pakuan Baru, Kec. Jambi Selatan – Jambi
Alamat Kantor Redaksi : Jl. Kayu Manis, Perum Bahari I, No.C-05 Simpang IV Sipin Telanaipura Kota Jambi (36122)
Kontak Kami : 0822 4295 1185
www.kajanglako.com
All rights reserved.