Minggu, 01 Oktober 2023


Senin, 06 Januari 2020 12:43 WIB

Asa Kemanusiaan yang Lenyap di Tengah Bencana Asap

Reporter :
Kategori : Oase Esai

Ilustrasi. Kabut dan kesehatan anak. Sumber: kastara.id

Oleh: Zubaidah*

Kabut asap  akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda di Jambi memang telah kita lewati belum lama ini. Namun ingatan kita terhadap anak-anak korban asap yang sekarat, jangan mudah hilang oleh janji politik pemerintah yang semakin tak menentu.



Bulan Oktober 2015 silam, Saat Indeks Standar Pencemaran Udara di Jambi dalam status berbahaya dan tidak sehat. Seorang Ibu bernama Rhia membagikan kabar duka di laman Facebooknya.

“Cukup anak hamba ya Allah yng jadi korban akibat asap yang tidak kunjung berhenti, jangan lagi ada korban lain, sesak nafas, batuk, pilek akibat kabut asap dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”

Demikian tulis Rhia. Foto-foto Rhia dan bayinya yang meninggal langsung beredar secara viral dan mengundang banyak simpati dari para netizen.

Empat tahun berselang setelah asap beracun merenggut nyawa Nabila. September 2019,  Asap kembali terjadi di Provinsi Jambi. Fikri,  Bocah Umur 8 tahun mengalami demam panas, kedua matanya lengket dan mengeluarkan air mata bercampur darah akibat terpapar asap dirumahnya yang berada dititik panas paling parah di Desa Talang Babat Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Kepada Liputan6, Sari Apriani, Ibu  Fikri menceritakan hasil  diagnosis Dokter  mengatakan bahwa anak pertamanya itu  mengalami Kojungtivitas atau infeksi pada bagian kornea mata karena terpapar asap. Fikri dilarikan ke rumah sakit di Jambi dan mendapatkan perawatan intensif,

Menjelang hari keenam dirawat, kondisi Fikri mulai membaik. Tapi, adiknya Aisyah yang berumur 5 tahun kemudian menyusul dirawat diruang yang sama karena   mengalami iritasi mata disertai dengan diare karena terkontaminasi dengan makanan dan minuman yang sudah bercampur asap di rumahnya.

Kakak beradik, Fikri dan Aisyah, sebenarnya cukup beruntung, karena dengan cepat orangtua mereka mampu mengakses layanan kesehatan yang mumpuni. Bahkan paska ramai diberitakan media massa, beberapa pejabat pemerintah menjeguk Fikri untuk memberikan dukungan.

Bisakah kita bayangkan, bagaimana nasib anak-anak disekap asap yang tinggal di pelosok Desa,  jauh dari akses layanan kesehatan?  Khususnya anak-anak   yang lahir dari keluarga Masyarakat adat?

Pemerintah yang lalai

Berdasarkan hasil investigasi Beranda Perempuan yang tergabung dalam Posko Jambi Darurat Asap, Ratusan anak-anak suku batin 9 mengalami batuk, pilek dan Infeksi mata. Di Dusun Pangkalan Ranjau dan Desa-desa sekitarnya di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi.

Berbulan-bulan anak suku anak dalam batin 9 ini mengalami sakit tanpa asupan obat tradisional yang biasa mereka pungut dan ramu dari hutan. Pasalnya, hutan dan kebun mereka  yang berdekatan dengan konsesi perusahaan  turut musnah terbakar.

Jangankan layanan kesehatan gratis, selembar masker pun  tidak pernah singgah di Desa mereka. Sementara itu, Suku Anak Dalam Batin 9  harus menempuh jarak 20 Km jika ingin mendapatkan akses  layanan Puskesmas yang berada di Kecamatan Sungai Bahar.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan Janji Seorang Pejabat Pemerintah ketika menerima dialog ratusan massa aksi di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  Jambi yang bertepatan dengan Peringatan Hari Tani, 24 September 2019.

“Saya sudah instruksikan semua jajaran pemerintah sampai ke tingkat Kabupaten, untuk membuka layanan posko di Desa-desa dan itu gratis bagi korban asap!” Kalimat tersebut keluar dari mulut  seorang  pejabat pemerintah saat massa aksi yang diinisiasi oleh WALHI menuntut layanan kesehatan gratis bagi korban asap.

Faktanya di lapangan, terlalu banyak anak-anak yang menjadi korban tanpa sedikit pun uluran tangan dari pemerintah. Meski Dinas Kesehatan Provinsi Jambi merilis penderita Infeksi Saluran pencernaan Pernapasan (ISPA) telah mencapai 63.554 orang. Paling banyak meyerang anak-anak dan Balitayang tinggal di kabupaten Tanjabtim dan Kabupaten Muaro Jambi.

Tuntutan warga untuk  mendapatkan akses layanan kesehatan gratis justru harus berhadapan dengan  kepentingan-kepentingan politik yang jauh dari kepentingan kemanusiaan, sikap pemerintah  terkesan saling tunjuk tanggungjawab korban di pundak siapa.

Padahal rumah warga atau fasilitas publik di Desa-desa dapat dibuka sebagai rumah oksigen dilengkapi dengan tenaga medis yang bisa diakses gratis-sebuah fasilitas sederhana yang dalam sekejap dapat direalisasikan oleh para elit politik yang memiliki kuasa hingga ke level desa.

Inilah saat kita benar-benar kehilangan rasa kemanusiaan dari benak para elit politik. Warga dan Anak-anak yang paru-parunya terlanjur bersarang racun asap butuh orang-orang politik yang sanggup melayani korban sepenuh hati bukan karena disuruh atasannya.

Memerlukan pejabat politik yang tidak mudah tunduk pada kepentingan  korporasi yang selama ini menjadi peyulut api kebakaran hutan dan lahan. Sebab, masalah Karhutla berakar dari rapuhnya legitimasi negara untuk mengatur entitas korporasi yang puluhan tahun menguasai dan memperlakukan lahan dan hutan sesukanya tanpa kewajiban atas perjuangan nilai-nilai kemanusiaan.

Jika tidak, api serupa obor raksasa akan terus menyala dan akan menjadi penyakit tahunan. Maka bersiaplah, seperti air kemasan yang tiap bulan harus kita beli. Kita juga harus mengeluarkan biaya untuk membeli sebotol oksigen untuk membantu anak-anak kita bernafas dan hidup.

*Penulis adalah Direktur Beranda Perempuan dan Juru Bicara Save Our Sister’s


Tag : #Kabut Asap #Jambi #Korporasi #Karhutla



Berita Terbaru

 

Perspektif
Minggu, 01 Oktober 2023 07:53 WIB

"Indonesia Out of Exile": Politik dan Puitik Migrasi


Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Judul lengkapnya "Indonesia Out of Exile: How Pramoedya's Buru Quartet Killed a Dictatorship", sebuah buku baru diterbitkan

 

Pameran Koleksi Etnografi
Senin, 25 September 2023 18:26 WIB

Jalan Pulang Ke Akar Kebudayaan: Catatan Atas Pameran Koleksi Etnografi Museum Siginjei


Oleh: Jumardi Putra* Siang itu langit kota Jambi berawan cerah. Saya bergegas mengendarai motor dari Jalan Jenderal Ahmad Yani menuju Museum Siginjei di

 

Sosok dan Pemikiran
Kamis, 21 September 2023 08:11 WIB

Ignas Kleden


Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Dalam sebuah percakapan dengan Salman Rushdie, mungkin menjadi wawancara terakhir sebelum wafat karena penyakit leukemia yang

 

Rabu, 20 September 2023 10:37 WIB

Gelar Kampus Rakyat Terpilih Guna Cegah Radikalisme, BNPT RI-FKPT Gandeng Anak Muda Jambi


Kajanglako.com, Jambi - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)RI bekerjasama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jambi menggelar

 

Catatan Perjalanan
Rabu, 20 September 2023 07:38 WIB

Dari Kota Tua Ke Pusara Sitti Nurbaya


Oleh: Jumardi Putra* Berkunjung ke kota Padang tidak lengkap rasanya jika tidak menginjakkan kaki di Kota Tua atau kerap disebut Padang Lama oleh warga