Rabu, 04 Oktober 2023


Sabtu, 07 September 2019 11:43 WIB

Minke: Cara Pramoedya Mengejek Rasialisme

Reporter :
Kategori : Pustaka

Buku pemberian Pramoedya A Toer dan Hasjim Rachman (Hasta Mitra), 25 September 1985.

Oleh: Manuel Kaisiepo*

Tokoh Minke kembali 'ngetop' lagi, lewat film Bumi Manusia-nya sutradara Hanung Bramantyo.



Film yang diangkat dari roman tetralogi mahakarya Pramoedya Ananta Toer ini memang berkisah tentang Minke (bersama kekasihnya Annelies, dan Nyai Ontosoroh).

Tapi saya tidak sedang menilai, apakah film ini sebagus dan sedahsyat novelnya; atau sebaliknya. Saya hanya bicara soal sederhana, tentang nama Minke.

Kita semua tahu, Minke adalah jelmaan fiksi dari tokoh historis, R.M. Tirto Adhi Soerjo, perintis nasionalisme Indonesia modern. Tentang tokoh ini, lihat buku sejarah yang menantang karya Pramoedya, Sang Pemula (Hasta Mitra, 1985).

Mengapa namanya 'Minke' ?
Dalam roman 'Bumi Manusia' dikisahkan, suatu saat tuan guru Belanda di ELS, Meneer Rooseboom jengkel dan marah kepadanya. Meneer Rooseboom membentak:
"Diam kau, monk...Minke!"

Jelas, Minke itu plesetan dari 'monkey' (Monyet)!

Tentu bukan tanpa alasan, nama Minke sebagai plesetan monyet itu dipilih Pram.
Itulah cara Pramoedya mengejek rasialisme, suatu sikap dan cara pandang kolonialisme Belanda yang menganggap rendah pribumi Jawa.

Seperti ditulis Frances Gouda dalam bukunya, Dutch Culture Overseas: Colonial Practice in the Netherlands Indies, 1900-1942 (terbit 2008):

"Pramoedya Ananta Toer mengemukakan persepsi penghinaan orang Eropa mengenai orang Jawa sebagai monyet-monyet pada tingkat retorika lebih tinggi. Pada roman sejarah 'Bumi Manusia' , satu tokoh asal Jawa, yakni anak muda baik hati serta kharismatik bernama Minke, memperoleh nama itu dari guru sekolah Belanda yang memelesetkan kata 'monkey' (monyet) menjadi Minke" (halaman 138).

Rasialisme, yang merendahkan manusia dan budaya lain, memang berakar dalam praktik kolonialisme.
Seperti kata Frantz Fanon, kaum kolonial melihat ada beda derajat antara manusia dan budaya Eropa, dengan manusia dan budaya warga jajahannya.

Seolah-olah ada "hirarki budaya," kata Fanon.

Seolah kaum kulit putih berbudaya "tinggi", sedangkan bangsa jajahannya berbudaya "sedang" dan "rendah", atau bahkan "tidak berbudaya" alias uncivilized.
Maka yang "tinggi" akan menganggap remeh mereka yang "rendah", boleh menghina dan memperlakukan mereka sebagai binatang, seperti monyet.

Itulah akar rasialisme, dengan segala turunannya!!

Ironisnya, setelah penjajahan berakhir, ada kelompok-kelompok etnis tertentu di negara-negara baru merdeka itu, yang justru mengulang kembali sikap dan perilaku bekas penjajahnya. Mengulang praktik rasialis dengan menganggap rendah kelompok etnis lainnya dalam bangsa dan negaranya sendiri!

Menganggap dirinya dan kebudayaannya lebih tinggi, kebudayaan yang "adhi luhung".
Padahal, kata seorang sejarawan Barat, budaya tinggi yang "adhi luhung" itu adalah ekspresi atau wujud "budaya kalah". Itu setelah kerajaan-kerajaan besar di masa lalu takluk tidak berdaya kepada penjajah sejak abad 16.

Dalam ketakberdayaan itu, terjadi perubahan orientasi dari ekstrovert ke introvert dalam segala sendi.
Dalam kebudayaan, misalnya, terjadi proses 'penghalusan', proses perumitan 'bentuk' daripada 'isi'. Maka terciptalah bahasa "alus", tari-tarian "alus", dan segala tatakrama "alus".
Itulah yang kemudian diagung-agungkan sebagai budaya "adhi luhung", padahal itu adalah ekspresi "budaya kalah".

***
Hari-hari ini kita sedang menyaksikan film tentang sosok Minke, tentang praktik rasialis.
Tapi hari-hari ini, di luar gedung bioskop, kita juga sedang menonton praktik-praktik rasialis itu muncul kembali.

Ironisnya, itu terjadi pada saat peringatan 74 tahun proklamasi kemerdekaan !

 

*Intelektual Publik. Dalam masa kepresidenan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Manuel Kasiepo diangkat menjadi Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Sosok Manuel Keisiepo ditulis oleh Riwanto Tirtosudarmo dalam rubrik “Sosok” Kajanglako.com.


Tag : #novel bumi manusia #pramoedya ananta toer #film bumi manusia #minke #annelies #nyai ontosoroh



Berita Terbaru

 

Perspektif
Minggu, 01 Oktober 2023 07:53 WIB

"Indonesia Out of Exile": Politik dan Puitik Migrasi


Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Judul lengkapnya "Indonesia Out of Exile: How Pramoedya's Buru Quartet Killed a Dictatorship", sebuah buku baru diterbitkan

 

Pameran Koleksi Etnografi
Senin, 25 September 2023 18:26 WIB

Jalan Pulang Ke Akar Kebudayaan: Catatan Atas Pameran Koleksi Etnografi Museum Siginjei


Oleh: Jumardi Putra* Siang itu langit kota Jambi berawan cerah. Saya bergegas mengendarai motor dari Jalan Jenderal Ahmad Yani menuju Museum Siginjei di

 

Sosok dan Pemikiran
Kamis, 21 September 2023 08:11 WIB

Ignas Kleden


Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Dalam sebuah percakapan dengan Salman Rushdie, mungkin menjadi wawancara terakhir sebelum wafat karena penyakit leukemia yang

 

Rabu, 20 September 2023 10:37 WIB

Gelar Kampus Rakyat Terpilih Guna Cegah Radikalisme, BNPT RI-FKPT Gandeng Anak Muda Jambi


Kajanglako.com, Jambi - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)RI bekerjasama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jambi menggelar

 

Catatan Perjalanan
Rabu, 20 September 2023 07:38 WIB

Dari Kota Tua Ke Pusara Sitti Nurbaya


Oleh: Jumardi Putra* Berkunjung ke kota Padang tidak lengkap rasanya jika tidak menginjakkan kaki di Kota Tua atau kerap disebut Padang Lama oleh warga