Sabtu, 03 Juni 2023


Rabu, 28 Agustus 2019 08:05 WIB

Penelitian Arkeologi Maritim di Situs Lambur 1: Sebuah Tanggapan

Reporter :
Kategori : Ensklopedia

Eskavasi peruho kuno di situs lambur. Sumber foto: covesia.com

Oleh: Bambang Budi Utomo*

Sejarah bangsa Indonesia adalah Sejarah Maritim atau Sejarah Bahari, maka untuk merekonstruksi sejarah tersebut, perlu dilakukan penelitian Arkeologi Maritim dan Arkeologi Bawah Air. Dalam konteks kemaritiman atau kebaharian, arkeologi yang merupakan bagian dari ilmu budaya dikaitkan dengan Arkeologi Maritim (maritime archaeology) dan Arkeologi Bawah Air (underwater archaeology).



Arkeologi maritim adalah studi tentang interaksi manusia dengan laut, danau, rawa, dan sungai melalui kajian arkeologis atas manifestasi material (dari) budaya maritim, termasuk di antaranya adalah angkutan air (vessels), fasilitas-fasilitas di tepian laut (pelabuhan, galangan kapal, dan benteng laut) kargo, bahkan sisa-sisa manusia (human remains).

Pengertian arkeologi maritim jangan dikecohkan dengan arkeologi bawah air, yaitu upaya memahami (studi) masa lalu melalui tinggalan-tinggalan bawah air (sub-merged remains) (Delgado 1997: 259-260, 436).


Sebagai sebuah Negara Kepulauan (Archipelagic States), sejarah Indonesia adalah Sejarah Nusantara dan Sejarah Bahari, maka jika berbicara tentang Sejarah Nusantara, mau tidak mau aspek kelautan selayaknya diperhatikan (Lapian 1992: 3-5). Selanjutnya, Lapian menekankan bahwa apabila berbicara tentang Sejarah Nusantara, maka dengan sendirinya aspek maritim akan selalu menonjol. Tanpa aspek ini, maka sejarahnya hanya berkisar kepada pulau yang terpisah-pisah saja. Dalam hal ini, peran Arkeologi Maritim adalah merekonstruksi sejarah maritim Indonesia melalui tinggalan budaya maritim, baik yang berupa benda (tangible) maupun tak benda (intangible).

Baru-baru ini, ramai dibicarakan di media sosial tentang penemuan sebuah runtuhan perahu kuno di Situs Lambur 1, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Sebetulnya, bukan merupakan temuan baru karena jauh sebelum itu, yaitu pada tahun 1997, BPCB Jambi telah berhasil menampakkannya, karena merupakan artefak yang dibuat dari bahan kayu dan keadaannya sudah rapuh, setelah diukur dan didokumentasi, temuan tersebut kemudian dikubur kembali.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Sumatera Selatan di situs-situs lain di pantai timur Sumatra. Sehubungan dengan dilakukannya penelitian arkeologi maritim oleh tim dari Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu-Pengetahuan Budaya (FIB)-Universitas Indonesia (UI), bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, saya mau menanggapi penelitian tersebut berdasarkan pengamatan dari film yang ditayangkan di youtube (https://.brito.id/ternyata-galangan-kapal-tertua-di-asia-tenggara-ada-di-sabak-jambi-indonesia) dan instagram.

Komentar tanggapan perlu dikemukakan karena banyak penyimpangan yang dilakukan oleh tim FIB-UI tersebut, dan akan mengakibatkan kerusakan bahkan kehancuran pada runtuhan perahu kuno tersebut. Adapun tanggapan yang perlu saya kemukakan adalah:

- Dalam tim yang kebetulan saya kenal personalnya, tidak ada satupun yang berkualifikasi sebagai arkeolog maritim. Hal ini penting adanya, karena menyangkut bagaimana cara memperlakukan artefak maritim yang ditemukan. Artefak maritim yang dimaksud adalah runtuhan perahu kuno yang dibuat dari bahan organik (organic material).

- Sebagaimana saya amati dari film youtube,  cara melakukan ekskavasinya sangat membahayakan artefak yang ditemukan, yaitu menginjak-injak papan perahu yang sudah rapuh karena lama terendam tanah basah (tanah rawa). Sepanjang artefak tersebut masih di dalam tanah, maka artefak tersebut sudah mencapai titik ekuilibrium, tetapi begitu bersentuhan dengan udara terbuka maka artefak tersebut menuju kehancuran.

- Runtuhan perahu yang ditemukan pada kedalaman sekitar 1 meter, sebagian besar dibiarkan terbuka. Ini artinya artefak tersebut dibiarkan terpapar sinar Ultra Violet dari matahari yang sangat merusak organik material yang merupakan bahan dasar perahu kuno yang ditemukan.

- Melalui pengamatan terhadap film yang diposting melalui media Instagram, tampak setumpuk tali ijuk (arrenga pinnata) yang berasal dari tambuko (bagian tonjolan pada papan lambung untuk mengikat) pada sebuah wadah baskom. Boleh jadi tali ijuk ini dicabut dari tempat asalnya (tambuko).

- Ada lagi tumpukan potongan kayu yang kata Ketua Tim untuk sampel analisis karbon C-14 yang akan dibawa ke laboratorium Batan. Perlu diketahui, bahwa untuk sampel karbon C-14 cukup 100 gr kayu/arang yang diambil secara khusus dengan cara yang benar (tidak tersentuh organic material) karena akan mempengaruhi pertanggalan relatifnya. Tidak perlu sampai bertumpuk-tumpuk seperti itu.

- Karena penelitinya tidak memenuhi kualifikasi sebagai Arkeolog Maritim (Maritime Archaeologist), keterangan yang diberikannya juga salah, misalnya, susunan papan-papan dikatakan bagian dari lantai (dek) perahu. Padahal, menurut pengamatan saya dari film, papan-papan tersebut merupakan lambung perahu. Hal lain yang disampaikan adalah adanya pasak yang ukurannya panjang, tidak seperti pasak umumnya yang berukuran sekitar 5 cm (mana ada pasak sepanjang galah,Cing!). Demikian juga interpretasi mengenai situs, tempat runtuhan perahu tersebut ditemukan, dikatakan mungkin merupakan galangan perahu pertama di Asia Tenggara, dan perahu tersebut sedang dibuat atau sedang dalam perbaikan. Seperti biasanya, orang ini gemar menua-nuakan temuan hasil penelitiannya, seperti piramida Gunung Padang entah dari berapa puluh ribu tahun.

- Berdasarkan pembicaraan melalui telepon dengan orang dari Balitbang Pemkab. Tanjung Jabung Timur, bahwa runtuhan perahu tersebut tidak diangkat untuk ditempatkan di dalam sebuah museum, tetapi yang ditempatkan hanya replikanya. Persoalannya, bagaimana cara membuat replikanya, sementara itu bagian bawahnya tidak diketahui. Tentunya untuk mengetahuinya harus mengangkat tuntuhan perahu tersebut, meski dalam keadaan sudah tercerai berai karena rapuh.

- Hal lain yang perlu saya kemukakan adalah masalah konservasi organik material. Untuk konservasi organic material hingga saat ini kita belum punya ahlinya. Ada, tetapi untuk organik material kering seperti patung-patung kayu. Sedangkan yang berupa temuan perahu yang diangkat dari dalam tanah basah belum ada ahlinya. Sebuah contoh yang buruk adalah konservasi temuan perahu dari Situs Punjulharjo, Rembang. Untuk konservasi perahu tersebut memerlukan waktu lama dan biaya yang cukup besar. Setelah itu harus ditempatkan di sebuah ruangan dengan suhu udara yang konstan dan stabil, seperti pada ruangan berpendingin udara (AC).

 

*Penulis adalah peneliti senior di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkelologi Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pelbagai karya tulisnya seputar kajian arkeologi di Nusantara, termasuk Jambi dan Palembang, terbit dalam bentuk buku, prosiding konferensi dan artikel di media cetak, baik lokal maupun nasional.


Tag : #Situs Lambur #Situs Perahu Kuno Lambur #Muara Sabak Timur #Tanjung jabung Timur #Arkeologi Maritim #Perahu Kuno #Arkeologi



Berita Terbaru

 

Resensi Novel
Selasa, 30 Mei 2023 16:06 WIB

Lantak La: Dramaturgi Anonim-Anonim (Sebuah Timbangan)


Oleh: Jumardi Putra* Lantak La! Boleh dibilang kata itu yang membuat saya ingin segera membaca novel hasil sayembara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun

 

Senin, 29 Mei 2023 16:31 WIB

Kemensos RI Kucurkan Dana Sebesar Rp.23.894.912.692 untuk 21.754 Penerima Manfaat


 DHARMASRAYA - Peringatan Hari lanjut Usia Nasional (HLUN) ke-27 Tahun 2023 yang dilaksanakan di Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat (Sumbar)

 

Senin, 29 Mei 2023 15:24 WIB

Hari Puncak HUT Lansia ke-27 Berlangsung Meriah dan Sukses, Risma Ajak Seluruh Masyarakat Kampanyekan Cinta Lansia


  DHARMASRAYA – Pelaksanaan peringatan Hari lanjut Usia Nasional (HLUN) ke-27 Tahun 2023 yang dilaksanakan di Kabupaten Dharmasraya Provinsi

 

Senin, 29 Mei 2023 00:51 WIB

Peringati HLUN 2023 Dharmasraya, Nenek Nuriyah Dapat Bantuan Usaha dari Kemensos


  DHARMASRAYA - Gegap gempita menjelang perayaan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) pada 29 Mei mendatang dipastikan tak hanya menjadi acara seremonial.

 

Senin, 29 Mei 2023 00:37 WIB

Prosesi Santiaji pada HUT ke-19 Tagana Indonesia di Dharmasraya Berlangsung Meriah


  DHARMASRAYA – Perhelatan acara Santi Aji dalam rangka peringatan Hari Tagana ke-19 di Kabupaten Dharmaaraya pada hari Minggu, (28/05/23) berlangsung