Kamis, 01 Juni 2023


Minggu, 25 Maret 2018 15:27 WIB

Surga yang Menyiksa

Reporter :
Kategori : Oase Cerpen

ilustrasi. sumber: digaleri.com

Oleh: Jhoni Imron*

“POKOKNYA AKU MINTA CERAI. Titik!” suara Asri melengking, memecah keheningan malam. Bunyi jangkrik yang sedari tadi menemani sunyi malam itu tiba-tiba terhenti.



Asrul menatap perempuan di depannya lekat. Mulutnya menganga lebar, seperti orang melihat hantu. Tak disangkanya, kata-kata ‘haram jadah’ itu itu keluar dari bibir mungil perempuan yang sudah sepuluh tahun ini menemani hidupnya. Asri yang berdiri di hadapannya bukan lagi perempuan yang ia kenal dua belas tahun lalu.

“Kenapa mama berkata seperti itu? Istighfar, ma,” kata Asrul mencoba menenangkan.

Seperti sedang kesetanan, Asri justru semakin naik pitam. Keluar semua sumpah serapah yang selama ini ia sendiri tak pernah mendengarnya.

“Dasar cacat! Kampungan! Kuno!”

Yang disebut hanya terdiam.

Asrul melangkah pelan, semakin mendekati Asri.Tangan kanannya mencoba meraih pundak perempuan yang masih berstatus istrinya tersebut. Tangan kirinya dibiarkan bergelantungan begitu saja. Sejak terkena stroke dua tahun belakangan, beberapa anggota tubuh Asrul memang tidak bisa berfungsi normal. Tangan kirinya kaku selama berbulan-bulan hingga tak bisa lagi digerakkan. Jalannya pun sudah pincang, karena tungkai kaki juga sudah kurang berfungsi. Bagian tubuh sebelah kirinya seperti menyusut perlahan.

Sebelumnya, Asrul memiliki usaha pakaian yang cukup maju. Toko grosir busana muslim miliknya menjadi rujukan tempat berbelanja se-kecamatan tempat ia tinggal. Saban hari tokonya disesaki pembeli. Selain menjual partai besar dengan harga murah, Asrul juga memberikan penawaran spesial bagi yang hanya sekedar ingin membeli pakaian per satuan.

“Toko Grosir Pakaian Muslimah Asri”, yang menempati ruko empat pintu itu dibangunnya dari nol. Asrul memulainya dengan menjadi penjual pakaian keliling dari rumah ke rumah. Usaha itulah yang ia tekuni sejak mempersunting Asri, gadis lugu anak petani sawit di kampungnya.

Tiga tahun menikah, usahanya semakin maju. Mulai dari membuka ruko satu pintu tiga tahun setelah mereka menikah, Puncaknya terjadi lima tahun kemudian. Bahagia sekali pasangan itu, hidup dari usaha yang mereka rintis. Kebahagiaan Asrul dan Asri semakin lengkap dengan kelahiran anak pertamanya pada tahun keenam pernikahan mereka. Semua terasa sempurna.

Melalui bisnis pakaian muslim miliknya, Asrul dan Asri melanglang buana dari satu kota ke kota lain. Hanya sekedar mencari produk-produk baru, kadang memang sengaja untuk pelesiran. Sepanjang masa itu pula lah Asri merubah gaya hidupnya. Meski tak disetujui, perempuan yang dulunya mengenakan kerudung dan pakaian longgar sejak dinikahi Asrul, tiba-tiba berpenampilan sangat ‘modis’, seperti setiap hari akan berjalan di catwalk. Lingkungan pertemanannya juga sudah berubah drastis.

Kadang Asri lebih sering pergi bersama teman-temannya, dibanding menemani suaminya berbelanja keperluan toko. Sementara Sari, anak semata wayangnya, lebih banyak dititipkan ke Bibi Inah, asisten rumah tangganya yang sudah seperti keluarga di rumah Asrul. Mereka tinggal di bagian atas toko yang dibangun dua tingkat (ruko).

Semakin hari Asri semakin lupa diri. Aliran kas masuk toko busana muslim usaha satu-satunya keluarga ini menjadi tidak sehat. Apa lagi setelah musibah yang menimpa Asrul. Ia terjatuh di kamar mandi, ketika mendengar Sari merengek minta makan. Bi Inah waktu itu sedang pergi ke pasar, sementara Asri, istrinya, masih asyik bersolek di kamar hias yang dibuat khusus beberapa tahun terakhir.

Insiden terjatuh di kamar mandi itu membuat Asrul harus kehilangan fungsi sebagian anggota tubuhnya. Dia sudah berobat ke mana-mana. Dokter menyebut ia terkena stroke ringan. Penyakit itulah yang menjadi sebab Asrul harus sering berada di lantai atas. Sementara urusan toko pakaian usaha keluarga sepenuhnya dikelola Asri.

*

Jam sudah menunjukkan angka 01.12 WIB. Di luar angin semakin kencang bertiup. Di langit, pelan-pelan awan hitam melumat bulan separoh yang berwarna keemasan. Malam berubah menjadi kian pekat.

Di lantai atas, salah satu bagian ruko empat pintu yang berdiri kokoh di Simpang Asri, dua orang masih terlibat pertengkaran. Kata-kata kasar meluncur bertubi-tubi dari mulut Asri, bak peluru yang dimuntahkan senapan serbu jenis AK-47 milik tentara.

Asrul terus berusaha meredam amarah perempuan yang jadi ma’mum dalam rumah tangganya itu. Ia semakin mendekat ke posisi berdiri ibu dari anaknya ini. Baru akan menyentuh piyama yang dikenakan Asri, secepat kilat perempuan dengan amarah membuncah tersebut menepis tangan imamnya.

“Sudah, tidak usah pegang-pegang. Jangan rayu-rayu. Aku sudah tidak tahan lagi hidup sama kamu!”

Lancar sekali lidah Asri mengucapkan kata “Kamu” kepada Asrul. Padahal, dulu di awal-awal menikah, dia lah yang meminta nama panggilan sayang keduanya “papa – mama”. Bahkan sejak keduanya masih berstatus tunangan, satu tahun sebelum mereka mengucapkan janji pernikahan.

Pandangan mata Asrul berubah nanar. Bukan karena jika benar-benar hidup tanpa wanita itu yang membuatnya sedih, bayangan Sari yang baru berumur empat tahun berkelabat di depan matanya.

Beruntung Sari, anaknya, malam itu tidak berada di kamar laki bini yang sudah gamang itu. Anak semata wayangnya memang lebih dekat dengan Bi Inah ketimbang ibunya.

Sejak Asri pulang pergi tak tentu waktu, Bi Inah lah yang menjadi tempat Sari bermanja, layaknya dengan seorang ibu, meskipun Bi Inah lebih tepat dipanggilnya nenek. Kedekatan keduanya membuat kegelisahan Asrul sedikit berkurang.

Belum sempat ia mengumpulkan kesadarannya, Asri kembali membuat Asrul terperangah. Sekonyong-konyong perempuan itu melintas di depannya. Tangannya mendorong tubuh Asrul hingga terjatuh ke lantai. Masih dengan mata bengis, perempuan itu terus berlalu. Suara bantingan keras pintu kamar menjadi penutup kemarahan Asri malam itu.

**

Sudah dua minggu Asri meninggalkan rumah. Tak ada kabar, tak ada pesan. Asrul sangat khawatir, meski untuk alasan uang rasanya tidak mungkin Asri terlantar. Semua buku tabungan dan kartu ATM-nya dipegang Asri.

Di pagi yang mendung, ketika Asrul duduk di depan tokonya bersama anak semata wayangnya, mereka dikejutkan dengan kedatangan dua orang perempuan tak dikenal. Dua orang itu langsung saja menyalami Asrul. Di depan toko pakaian yang sekaligus menjadi rumah mereka itu memang tidak ada pagar. Hanya di samping bangunan ada tanaman jenis bumbu-bumbuan yang dirawat Bi Inah.

Tamu Asrul bukan orang sembarangan. Dua wanita ini memperkenalkan diri sebagai aktivis pada lembaga perlindungan anak dan perempuan. Asrul mengajak keduanya ke dalam. Di dalam toko di lantai bawah memang ada ruangan yang disekat khusus cukup untuk menerima tamu sampai empat orang.

Sari membuntuti Asrul sembari tak berhenti mengajak kedua perempuan sebaya ibunya itu berbicara. Yang diajak bicara juga meladeni. Senang sekali kelihatannya anak kecil ini mendapatkan teman ngobrol baru.

Di ruang tamu ukurang 3 x 4 tiga orang dewasa duduk dan terlibat obrolan serius. Anak kecil yang dari tadi berceloteh sudah asyik dengan boneka di tangannya. Tak dihiraukannya lagi pembicaraan orang-orang tua di dekatnya itu

Wajah Asrul terlihat mulai tegang. Naik turun jakunnya mengimbangi dua wanita di depannya berbicara. Dia semakin sering menarik napas dalam. Pembicaraannya dengan dua tamunya itu beranjak semakin serius.

Wanita paruh baya yang duduk di sebelah kanan, menghadapnya, mengabarkan Asri terjaring razia Badan Narkotika Nasional (BNN). Bersama temannya, Asri tertangkap saat sedang berpesta narkoba di sebuah apartemen di kota tidak jauh dari tempat tinggal Asrul. Lima laki-laki dan lima perempuan diringkus polisi dalam penggerebekan yang dilakukan dini hari kemarin.

Perempuan dari lembaga perlindungan anak dan perempuan, yang memperkenalkan diri dengan nama Astuti, mengatakan kasus serupa sering terjadi beberapa waktu belakangan. Sasaran para penjual dan Bandar narkoba terutama anak-anak dan kalangan perempuan.

Astuti mengatakan pemasok barang haram untuk Asri dan teman-temannya sudah teridentifikasi. Saat ini Bandar tempat Asri dan teman-temannya mendapatkan narkoba sedang dalam pengejaran petugas.

Astuti mengatakan, Lembaganya bekerja sama dengan BNN juga sudah lama mengincar Bandar yang memang sengaja menyasar anak dan kalangan perempuan. Para pengedar dan bandar semakin leluasa merekrut korbannya (pengguna narkoba) dengan sistem multi level marketing (MLM). Asri menjadi jaringan ini sejak enam bulan lalu.

Astuti memperlihatkan benda serupa buku agenda yang dari tadi dipegang temannya. Dibukanya buku itu. Ada banyak foto dan kliping koran.

Dua kliping Koran dari media besar terpampang.  Berita tanggal 07 Desember 2017: “Jaringan China Pasok Ribuan Ton Sabu ke Indonesia”. Di lembar sebelahnya ada pula berita hari Jumat tanggal 21/07/2017, “Ratusan Ton Sabu Asal China Masuk ke Indonesia Selama 2016”. Ada lagi potongan berita dari media lainnya, tanggal 19 Juli 2017, “250 Ton Sabu Asal China Masuk Indonesia, Korban Tewas 15 Ribu Orang”.

Asrul terhenyak. Ribuan tanda tanya mengambang di benaknya?

Astuti memperlihatkan foto penangkapan Asri dan teman-temannya yang terjaring razia narkoba kepada Asrul. Ia ingin meyakinkan apakah benar Asri yang ditangkap adalah istri dari laki-laki yang dari tadi diajaknya bicara.

Foto satu orang wanita dengan rambut sebahu dikeluarkannya.

“Astaghfirullah!”

Asrul menghela nafas.

Di foto itu, Asri hanya berpakaian bikini dengan rambut tidak ditutup. Meski kepalanya menunduk, wajah Asri masih bisa dikenali dengan mudah.

Ketiga orang yang dari tadi ngobrol serius itu terperanjat. Tangan mungil tiba-tiba saja meraih foto yang disodorkan Astuti ke hadapan Asrul. Sari yang sedari tadi duduk bermain boneka bersandar di punggung Asrul, bangkit dan merebut foto di tangan Astuti.

“Mama,” kata Sari sembari menggores-goreskan telunjuk mungilnya di wajah Asri dalam foto yang baru saja ia ambil paksa.

“Pa, mau ketemu mama,” pinta Sari merengek.

Asrul kembali menghela nafas panjang.

 

*Penulis merupakan jurnalis sekaligus pegiat blog. Kini mukim di Batanghari.




Berita Terbaru

 

Resensi Novel
Selasa, 30 Mei 2023 16:06 WIB

Lantak La: Dramaturgi Anonim-Anonim (Sebuah Timbangan)


Oleh: Jumardi Putra* Lantak La! Boleh dibilang kata itu yang membuat saya ingin segera membaca novel hasil sayembara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun

 

Senin, 29 Mei 2023 16:31 WIB

Kemensos RI Kucurkan Dana Sebesar Rp.23.894.912.692 untuk 21.754 Penerima Manfaat


 DHARMASRAYA - Peringatan Hari lanjut Usia Nasional (HLUN) ke-27 Tahun 2023 yang dilaksanakan di Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat (Sumbar)

 

Senin, 29 Mei 2023 15:24 WIB

Hari Puncak HUT Lansia ke-27 Berlangsung Meriah dan Sukses, Risma Ajak Seluruh Masyarakat Kampanyekan Cinta Lansia


  DHARMASRAYA – Pelaksanaan peringatan Hari lanjut Usia Nasional (HLUN) ke-27 Tahun 2023 yang dilaksanakan di Kabupaten Dharmasraya Provinsi

 

Senin, 29 Mei 2023 00:51 WIB

Peringati HLUN 2023 Dharmasraya, Nenek Nuriyah Dapat Bantuan Usaha dari Kemensos


  DHARMASRAYA - Gegap gempita menjelang perayaan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) pada 29 Mei mendatang dipastikan tak hanya menjadi acara seremonial.

 

Senin, 29 Mei 2023 00:37 WIB

Prosesi Santiaji pada HUT ke-19 Tagana Indonesia di Dharmasraya Berlangsung Meriah


  DHARMASRAYA – Perhelatan acara Santi Aji dalam rangka peringatan Hari Tagana ke-19 di Kabupaten Dharmaaraya pada hari Minggu, (28/05/23) berlangsung