Reporter :
Kategori :
Telusur
Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda)
36. Dan kemudian diceritakan mengenai adat pengangkatan sultan. Ada dusun bernama Jebus. Penghulu Jebus menjadi raja sehari di negeri Jambi. Ia mengenakan pakaian seperti sultan dan ia menjalankan kekuasaan seperti sultan dan ia duduk di hadapan semua orang di balai. Ini berlangsung selama satu hari. Kemudian, ia didukung (di atas tandu) dan dibawa dalam pawai berkeliling dari pendopo sampai ke balai. Dan ketika orang yang menjadi raja atau sultan sehari tiba di hadapan Sultan (yang sebenarnya), ia mengambil keris kesultanan dari sabuknya dan dengan itu, ia mengembalikan negeri Jambi kepada Sultan. Pada saat itu, Sultan duduk di tahta kesultanan. Penghulu Jebus kembali ke tempat duduknya sendiri. Ia duduk lebih rendah dan memberi sembah kepada Sultan. Lalu, semua orang memberi sembah kepada Sultan. Demikianlah aturannya menurut adat tua;
37. Kemudian diceritakan mengenai ketiga isteri Sultan: Ratu Mas Sri Kemala yang menjadi Ratu Agung, Tuan Gadis yang menjadi Ratu Anom dan Yaya Mas Mariam yang menjadi Ratu Yaya. Demikianlah ceritanya;
38. Kemudian diceritakan bahwa Sultan mengangkat Raden Mohammad Qasim menjadi Pangeran Kerta Negara; dan Raden Semail menjadi Pangeran Wiro Kesumo; dan Raden Idris menjadi Pangeran Wira Sentika; dan Raden Asmaraya menjadi Pangeran Mangku Negara sebagai pengganti ayahnya; dan Raden Sura menjadi Pangeran Sutawijaya; dan Raden Abdur Rachman juga menjadi pangeran dan nakhoda (?) Toyib menjadi Ngabehi Istamguma. Demikianlah ceritanya;
39. Kemudian diceritakan bahwa ketika Sultan telah mengangkat semua pangeran itu, Pangeran Ratu, Pangeran Depati dan semua pangeran yang telah disebutkan tadi datang kepada Sultan untuk memperbaharui nama Sultan, sesuai dengan adat yang berlaku bila seseorang menjadi raja. Lalu pada saat itu, Sultan berkata kepada semua pangeran: “Menurut saya, tak perlu lagi kalian mengangkat saya menjadi sultan karena sudah beberapa lama saya menjadi sultan; dan bila itu yang kalian inginkan, maka Pangeran Ratu akan menjadi Sultan dan saya akan mengganti namanya (?). Demikianlah berakhirnya pengangkatan Sultan; (Catatan FA: bagian cerita ini agak membingungkan, tetapi tidak ada keterangan tambahan yang dapat menjelaskannya).
40. Setelah yang diceritakan di atas terjadi pada tanggal 29 Desember ---- (? tanpa tahun), datanglah seorang lelaki Arab yang bernama Said Ali, kerabat dari Pangeran Sutawijaya. Ia adalah utusan (duta persahabatan?) dari Jambi ke Palembang. Saya berbicara dengannya dan menanyakan keadaan di negeri Jambi. Ia menjawab bahwa ketika ia pergi dari Jambi, segala-sesuatunya baik-baik saja;
41. Lalu saya menanyakan keadaan orang di VII dan IX Kuto dan Batin XII dan apakah mereka datang ke Jambi. Tuan Said Ali mengatakan bahwa mereka datang setelah pesta usai, sementara orang dari hulu sudah datang di Jambi sebelum pesta Sultan dimulai;
42. Kemudian saya menanyakan kabar pembesar-pembesar negeri seperti Pangeran Ratu dan Pangeran Depati dan yang lainnya. Ia menjawab bahwa Pangeran Ratu kini tinggal di sebuah rumah baru dan semua pembesar mendukung Pangeran Ratu dan ia membuat aturan yang berlaku untuk semua orang: setiap hari Senin dan Kamis, orang datang berkumpul di rumah Pangeran Ratu untuk bermusyawarah. (Yang datang) antara lain, Pangeran Depati Kerta Menggala dan Pangeran Kerta Negara dan Pangeran Mangku Negara dan kepala orang Arab yang bernama Said Hasan. Dan, mantrinya ada tiga di musyawarah itu. Demikianlah ceritanya;
43. Kemudian saya menanyakan hubungan di antara Sultan dan Pangeran Depati. Dan ia menjawab bahwa mereka berhubungan baik. Lalu saya menanyakan soal (rencana) pelayaran berperahu Pangeran Depati. Tuan itu menjawab bahwa kapal Pangeran Depati sudah melayari laut dari Singapura dan ketika ia (Said Ali) tiba di Muara Kumpeh, kapal Pangeran Depati tiba dari melayari laut itu;
44. Kemudian saya menanyakan kabar isteri Sultan, Ratu Mas Sri Kemala, yang menurut kabar, kini sudah diangkat menjadi Ratu Agung. Tuan Said Ali menjawab bahwa ia memang sudah menyandang nama Ratu Agung, tetapi nama itu sudah lama disandangnya dan tidak berubah. Namun, Ratu Agung sudah bercerai dengan Sultan dan telah kembali ke dusunnya dan tidak lagi tinggal di rumah Sultan;
45. Dan kemudian saya menanyakan semua hal itu satu per satu, sesuai dengan yang diceritakan orang yang datang dari Jambi. Kini, jelaslah dari mana asalnya cerita-cerita itu. Pada tahun 1830, saya diutus oleh Tuan Praetorius (Catatan FA: Residen Palembang). Dan pada tanggal 13 Mei, saya diutus membawakan surat untuk Sultan Muhammad Fachruddin dan sembilan buku dan senapang yang dibuat di Palembang. Semua itu sangat dihargai oleh Sultan. Pertama-tama, dari Palembang, saya pergi ke Rawas. Dari Rawas, saya berjalan kaki ke daerah yang berada di bawah kekuasaan Jambi, dusun Surolangun. Dari sana, saya dapat berperahu ke IX Kuto, dusun Muara Tebo. Pada waktu itu, Sultan berada juga di dusun Muara Tebo bersama Pangeran Ratu dan ketika itu, ia sudah menjadi sultan namun belum kembali ke Jambi. Perjalanan dari Palembang memakan waktu satu bulan dan saya tinggal selama sebulan di tempat Sultan;
46. Pada waktu itu, orang dari VII dan IX Kuto dan Batin XII bercerita mengenai janji Sultan kepada Raden Rangga. Tentang hal ini, Sultan menjawab bahwa ia tidak berjanji. Dan ketika orang dari VII dan IX Kuto mendengar kata-kata Sultan, mereka diam dan mereka tidak berani berbicara dan tidak berani mengambil kekuasaannya. Dan Raden Tabun pun tak berani dan ia ingin menulis surat. Kemudian Raden Tabun dipanggil, tetapi ia tidak datang menemui Sultan. Dan begitu pula orang-orang lainnya. Ada orang yang datang, dan ada yang tidak datang. Demikianlah saya melihatnya pada waktu itu;
47. Sekali lagi: semua cerita mengenai asal-usul serta pengaturan-pengaturan dari Sultan telah saya sampaikan satu per satu. Saya mengetahuinya dari orang-orang di atas, yang menceritakannya kepada saya. Lagipula, cerita mengenai masa lalu juga saya dengar dari orang-orang itu;
48. Selain itu, saya ceritakan bahwa pada tanggal 16 Juni 1832, saya menemui Sultan karena diutus oleh Tuan Praetorius untuk menyampaikan sebuah surat. Pada waktu itu, saya bertemu dengan Sultan di Sungai Tembesi, di dusun Surolangun di Jambi. Dan ketika itu, Sultan pergi ke hulu, ke IX Kuto;
49. Lalu saya pergi lagi pada tanggal 5 Oktober di tahun yang sama (1832), menemui Sultan, diutus membawa surat dari Tuan Praetorius. Dan ketika itu, Sultan sedang berada di dusun Surolangun, di Jambi. Perjalanan pergi-pulang ketika itu memakan waktu 40 hari;
50. Dan saya pergi lagi pada tahun 1833, diutus Tuan Praetorius untuk menemui Sultan. Pada waktu itu, Sultan sudah turun ke Rawas, di dusun Pauh yang daerahnya di bawah kekuasaan Palembang. Di tempat itu, saya bertemu Sultan dan banyak sekali orang bersenjata (yang dipimpin oleh Sultan). Pada waktu itu, banyak pula kepala adat yang berkumpul bersama Sultan, yaitu Pangeran Suria di Laga (?) dan Basarudin Mohammad bin Soleh dan Temmenggong Arsyad, dan teman-teman mereka dan para kepala marga. Lalu, Sultan pergi berperahu ke hilir bersama saya, ke Muara Rawas. Di dusun itu, ia telah membangun benteng dan saya juga disambut oleh pembesar kepala Muara Rawas dan saya tiba pk 21.00 malam. Pada waktu itu, Syarif Muhammad bin Taha mengamuk di bawah perahu kepala dusun. Malam itu juga saya kembali ke Palembang dan setelah saya berangkat pulang, Sultan memulai perang;
51. Dan pada tahun 1833 itu, datanglah Kolonel Michielsen dari Batavia. Kemudian saya dibawa oleh Tuan Kolonel untuk ikut berperang di Rawas, ke bukit Malu, tempat pertempuran terjadi. Kemudian, orang Jambi melarikan diri. Tuan Kolonel tinggal sehari semalam di sana.
Perspektif "Indonesia Out of Exile": Politik dan Puitik MigrasiOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Judul lengkapnya "Indonesia Out of Exile: How Pramoedya's Buru Quartet Killed a Dictatorship", sebuah buku baru diterbitkan |
Pameran Koleksi Etnografi Jalan Pulang Ke Akar Kebudayaan: Catatan Atas Pameran Koleksi Etnografi Museum SiginjeiOleh: Jumardi Putra* Siang itu langit kota Jambi berawan cerah. Saya bergegas mengendarai motor dari Jalan Jenderal Ahmad Yani menuju Museum Siginjei di |
Sosok dan Pemikiran Ignas KledenOleh: Riwanto Tirtosudarmo* Dalam sebuah percakapan dengan Salman Rushdie, mungkin menjadi wawancara terakhir sebelum wafat karena penyakit leukemia yang |
Rabu, 20 September 2023 10:37
WIB Gelar Kampus Rakyat Terpilih Guna Cegah Radikalisme, BNPT RI-FKPT Gandeng Anak Muda JambiKajanglako.com, Jambi - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)RI bekerjasama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jambi menggelar |
Catatan Perjalanan Dari Kota Tua Ke Pusara Sitti NurbayaOleh: Jumardi Putra* Berkunjung ke kota Padang tidak lengkap rasanya jika tidak menginjakkan kaki di Kota Tua atau kerap disebut Padang Lama oleh warga |
Kamis, 19 Mei 2022 01:12
WIB
Pelepasan Bupati dan Wakil Bupati Sarolangun, Wabup Dianugerahi Gelar Adat |
Senin, 16 Mei 2022 17:14
WIB
Hadiri Kongres Dunia ICLEI 2021-2022 di Malmo, Walikota Jambi Satu-satunya Perwakilan Indonesia |
Senin, 23 Mei 2022 21:06
WIB
Grand Opening Buy Coffee Diresmikan Gubernur Jambi Al Haris |
Senin, 28 Maret 2022 16:27
WIB
7 Hal Penting yang Wajib Dilakukan Ketika Bisnis Sepi |
Natal dan Refleksi Keagamaan Jumat, 28 Desember 2018 07:09 WIB Berbagi Kasih Antar Sesama Suku Anak Dalam |
Festival Budaya Bioskop Jumat, 16 November 2018 06:20 WIB Bentuk Museum Bioskop, Tempoa Art Digandeng Institut Kesenian Jakarta |
PT : Media Sinergi Samudra
Alamat Perusahaan : Jl. Barau barau RT 25 Kel. Pakuan Baru, Kec. Jambi Selatan – Jambi
Alamat Kantor Redaksi : Jl. Kayu Manis, Perum Bahari I, No.C-05 Simpang IV Sipin Telanaipura Kota Jambi (36122)
Kontak Kami : 0822 4295 1185
www.kajanglako.com
All rights reserved.