Minggu, 01 Oktober 2023


Minggu, 07 Juni 2020 09:08 WIB

Wajah Buram Media Massa

Reporter :
Kategori : Sudut

ilustrasi.

Oleh: Aji Najiullah Thaib*

Tren Headline media massa dewasa ini nyaris seragam, entah untuk sekadar menarik perhatian atau memang sesuai arahan. Narasi yang dihidangkan juga nyaris serupa.



Kelakuannya mirip politisi, bersikap kritis bukan lagi menjadi prinsip, tetapi sudah menjadi kebutuhan untuk menghidupi periuk nasi. Sebagian besar politisi kita seperti itu, kritis terhadap pemerintah agar mendapat perhatian, begitu dikasih jabatan malah tidak bisa berbuat apa-apa, ketika dipecat merasa dizolimi.

Media pun meniru perilaku politisi, bersikap kritis bukan lagi dianggap sebagai kewajiban, isi pemberitaan dijadikan senjata untuk mengintimidasi atas dasar kepentingan pemesan. Abai terhadap etika jurnalistik semata hanya untuk mengejar keterbacaan, jurnalisnya malas melakukan verifikasi berita, hanya karena mengejar deadline, kalau terjadi misleading bisa dikoreksi nantinya.

Padahal media adalah benteng terkahir kita untuk menjaga marwah nilai-nilai kebangsaan, di tangan jurnalislah kecerdasan masyarakat dalam mendapatkan imformasi terasah. Menjadi tahu mana informasi yang benar, dan mana informasi yang menyesatkan.

Terlebih munculnya media daring abal-abal yang diawaki jurnalis abal-abal, betul-betul menambah polusi informasi, yang mengotori ruang maya, muncul hanya dilatari oleh keinginan pemesan, dan dijadikan alat propaganda politik untuk menghantam lawan.

Sikap kritis politisi yang tidak bisa membedakan antara kritik dan caci maki, menjadi santapan dan dagangan media daring, hanya demi mengejar tingkat keterbacaan dan banyaknya propaganda niaga.

Begitu sulitnya menghadapi persaingan bisnis media, cara apapun dihalalkan. Nilai-nilai jurnalistik ditinggalkan begitu saja, padahal ruh media sesungguhnya ada pada nilai-nilai jurnalistik.

Menerbitkan headline berita yang bombastis dan kadang tidak nyambung dengan isi pemberitaan, sudah dianggap biasa, kalau ramai jadi perbincangan, baru dikoreksi kemudian, kalau dianggap salah, tinggal minta maaf.

Salah satu contoh berita yang dilansir Pojoksatu.com, 'Dana Haji untuk Perkuat Rupiah, Rezim Jokowi akan Dikutuk Umat Islam sampai 7 Turunan' (https://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2020/06/03/dana-haji-untuk-perkuat-rupiah-rezim-jokowi-akan-dikutuk-umat-islam-sampai-7-turunan/.). Antara judul dan isi sama sekali tidak nyambung, judul digunakan cuma untuk menarik pembaca. 

Judul pemberitaan ini sangat provokatif, dan bisa memancing emosi pembaca. Apakah seperti itu etika jurnalistik yang ada sampai saat ini? Bahkan media sekelas Tempo.co pun tidak segan-segan menggunakan judul 'clickbait', seperti contoh berikut ini: "4 Pimpinan KPK Tak Memantau saat Penyidik Tangkap Nurhadi" (https://nasional.tempo.co/amp/1349097/4-pimpinan-kpk-tak-memantau-saat-penyidik-tangkap-nurhadi?__twitter_impression=true). Padahal dalam isi pemberitaannya diulas, tidak dilibatkannya empat pimpinan KPK merupakan syarat yang diajukan penyidik, bukan sengaja pimpinan KPK tidak memantau.  

Jadi cukup jelas ada gap antara penyidik dan pimpinan KPK, kenapa Tempo.co tidak mengulasnya secara gamblang, kalau memang tidak punya kepentingan untuk mem-blow up ketidakterlibatan pimpinan KPK?

Media sejatinya tidak perlu ikut berpolitik, tetaplah memberikan informasi yang "cover both side". Media harus ikut mencerdaskan pembaca, mengedukasi pembaca, bukan malah memelintir informasi sebenarnya.

Kadang sangat miris membaca headline berita yang sangat provokatif, yang secara sengaja disajikan semata-mata untuk menarik minat pembaca. Namun setelah dibaca isinya, sama sekali tidak ada hubungannya dengan judulnya.

Keberadaan produk jurnalistik  seperti ini seperti tren film Indonesia di era tahun 80-an, dimana mengumbar judul dan gambar yang vulgar, semata hanya untuk menarik minat penonton, padahal apa yang dipertunjukkan dalam adegan film tersebut, sama sekali tidak semenarik judul filmnya.

Jadi tidak salah kalau pada akhirnya film Indonesia terpuruk di negeri sendiri saat itu. Hal seperti itu bisa saja dialami media, karena cepat atau lambat para pembaca memahami kalau apa yang dilakukan media saat ini, hanyalah bagian dari strategi untuk menarik pembaca.

Kita punya Dewan Pers, tapi terkesan tidak berfungsi, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi runtuhnya etika jurnalistik di tangan media daring dewasa ini. Para pengusaha media pun merasa tidak punya beban terhadap bisnis media yang mereka kelola.

Sama sekali tidak ada rasa tanggung jawab terhadap apa yang disampaikan, bisnis menjadi orientasi utama, rusaknya moral bangsa akibat pemberitaan yang disebarkan, dianggap bukan tanggung jawab awak media.

Rela disesatkan kepentingan sesaat dan mengabaikan tatanan dan harkat yang harusnya tetap terjaga, demi eksistensi media dan awak yang ada di belakangnya. Terlalu sadis kalau dikatakan melacurkan profesi, tapi apa padanan kata yang tepat untuk menyebutkannya saya pun kesulitan mencari persamaannya.

*Penulis adalah alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Tulisannya banyak membahas masalah politik, seni dan film. 


Tag : #Pers #media massa



Berita Terbaru

 

Perspektif
Minggu, 01 Oktober 2023 07:53 WIB

"Indonesia Out of Exile": Politik dan Puitik Migrasi


Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Judul lengkapnya "Indonesia Out of Exile: How Pramoedya's Buru Quartet Killed a Dictatorship", sebuah buku baru diterbitkan

 

Pameran Koleksi Etnografi
Senin, 25 September 2023 18:26 WIB

Jalan Pulang Ke Akar Kebudayaan: Catatan Atas Pameran Koleksi Etnografi Museum Siginjei


Oleh: Jumardi Putra* Siang itu langit kota Jambi berawan cerah. Saya bergegas mengendarai motor dari Jalan Jenderal Ahmad Yani menuju Museum Siginjei di

 

Sosok dan Pemikiran
Kamis, 21 September 2023 08:11 WIB

Ignas Kleden


Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Dalam sebuah percakapan dengan Salman Rushdie, mungkin menjadi wawancara terakhir sebelum wafat karena penyakit leukemia yang

 

Rabu, 20 September 2023 10:37 WIB

Gelar Kampus Rakyat Terpilih Guna Cegah Radikalisme, BNPT RI-FKPT Gandeng Anak Muda Jambi


Kajanglako.com, Jambi - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)RI bekerjasama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jambi menggelar

 

Catatan Perjalanan
Rabu, 20 September 2023 07:38 WIB

Dari Kota Tua Ke Pusara Sitti Nurbaya


Oleh: Jumardi Putra* Berkunjung ke kota Padang tidak lengkap rasanya jika tidak menginjakkan kaki di Kota Tua atau kerap disebut Padang Lama oleh warga